Jakarta — Kasus korupsi lagi-lagi datang dari bilik Badan Usaha Milik Negara yang kini menyeret nama salah satu perusahaan raksasa Indonesia. Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Jakarta tengah menyidik skandal proyek pengadaan fiktif di tubuh PT Telkom Indonesia (Persero), yang diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 431,7 miliar. Pengusutan kasus ini kembali mencuat usai dilakukan penggeledahan di rumah dua mantan pejabat Telkom pada Selasa, 27 Mei 2025.


Penggeledahan pertama dilakukan di rumah milik tersangka August Hoth P.M., mantan General Manager Enterprise Segment Financial Management Service PT Telkom (2017–2020) di kawasan Pondok Bambu Residence, Jakarta Timur. Selanjutnya, penggeledahan dilanjutkan ke rumah Herman Maulana, yang sebelumnya juga menjabat sebagai Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom (2015–2017) di Perumahan Jaka Permai, Bekasi Barat, Jawa Barat.


Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI, Syahron Hasibuan, menyatakan bahwa penggeledahan ini merupakan bagian dari upaya pengumpulan alat bukti. Dari dua lokasi tersebut, penyidik menyita berbagai barang bukti seperti dokumen, laptop, perangkat elektronik, satu unit sepeda motor, sertifikat, dan perhiasan.


Penyidikan mengungkap adanya rekayasa proyek pengadaan barang dan jasa yang dilakukan antara pejabat Telkom dan sembilan perusahaan swasta lainnya. Dalam skenarionya, Telkom menunjuk empat anak usahanya untuk melaksanakan sembilan proyek pengadaan yang meliputi PT Infomedia, PT Telkominfra, PT Pins, dan PT Graha Sarana Duta. 


Keempat anak perusahaan tersebut kemudian bekerja sama dengan vendor yang ternyata merupakan kepemilikan dari Alam, Herman dan bahkan istrinya sebagai pemilik saham. Setelahnya, dana miliaran rupiah yang semestinya digunakan untuk pengadaan barang justru dialirkan langsung ke rekening perusahaan mitra tanpa adanya satupun barang yang disediakan. 


Padahal, jika merujuk ke kontrak, pembayaran ke Telkom seharusnya dilakukan setelah barang diterima oleh sembilan perusahaan swasta. Nyatanya, tak sepeserpun pembayaran dilakukan dan tak ditemukan barang yang benar-benar dibuat. Dengan seluruh dana yang telah digelontarkan, bentuk dan rupa dari proyek ini nihil tak kasat mata.


Adapun nilai proyek fiktif yang digulirkan mencapai total Rp 431.728.419.870, terdiri dari sembilan proyek dengan rincian sebagai berikut:

1.PT ATA Energi:  Pengadaan baterai litium dan genset (Rp 64,4 miliar)

2.PT International Vista Quanta: Smart mobile energy storage (Rp 22 miliar)

3.PT Japa Melindo Pratama: Material, mekanikan (HVAC), elektrikal dan elektronik di proyek Puri Orchad Apartemen (Rp 60,5 miliar)

4.PT Green Energy Natural Gas: Instalasi sistem gas processing plant di Gresik Well Head 3 (Rp 45,2 miliar)

5.PT Fortuna Aneka Sarana Triguna: Smart supply chain (Rp 13,2 miliar)

6.PT Forthen Catar Nusantara: Resource dan tools pemeliharaan civil, mechanical & electrical (Rp 67,4 miliar)

7.PT VSC Indonesia Satu: Pengelolaan layanan total solusi multi channel visa Arab (Rp 33 miliar)

8.PT Cantya Anzhana Mandiri: Smart cafe dan renovasi ruang SCBD (Rp 114,9 miliar)

9.PT Batavia Prima Jaya: Hardware monitoring & CT scan (Rp 10,9 miliar)


Hingga saat ini, Kejati DKI telah menetapkan 11 tersangka dalam kasus ini. Tiga di antaranya merupakan bagian dari Telkom dan anak perusahaannya:

1.August Hoth P.M.: GM Enterprise Segment Financial Management Service PT Telkom (2017–2020)

2.Herman Maulana: Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom (2015–2017)

3.Alam Hono: Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara (2016–2018)


Kuasa hukum PT Telkom Indonesia, Juniver Girsang, mengonfirmasi bahwa perusahaan tengah memproses pemberhentian tiga pejabat terkait. Ia menyatakan bahwa kasus ini pertama kali ditemukan melalui audit internal pada 2019, dan sejak itu Telkom telah mengumpulkan data untuk pelaporan hukum.

Sedangkan delapan lainnya berasal dari pihak swasta, termasuk pimpinan dan pengendali perusahaan-perusahaan mitra:

1.NH: Direktur Utama PT ATA Energi

2.DT: Direktur Utama PT International Vista Quanta

3.KMR: Pengendali PT Fortuna Aneka Sarana dan PT Bika Pratama Adisentosa

4.AIM: Direktur Utama PT Forthen Catar Nusantara

5.DP: Direktur Keuangan dan Administrasi PT Cantya Anzhana Mandiri

6.RI: Direktur Utama PT Batavia Prima Jaya

7.OEW: Direktur Utama PT Green Energy Natural Gas


Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. "Untuk yang delapan orang tersangka kami laksanakan penahanan di Rutan Cipinang, Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, dan Rutan Salemba Cabang Jakarta Selatan. Sedangkan satu orang tersangka dengan inisial DP, kami melakukan tahanan kota karena alasan kesehatan," tambah Syarief Sulaiman.


Kasus demi kasus yang terus menggerogoti nama-nama raksasa adalah catatan kelam dalam pengelolaan keuangan BUMN. Terlebih kasus struktural yang tertata rapi dan baru tersibak bertahun-tahun setelahnya terus meluruhkan kepercayaan masyarakat terhadap integritasnya. Dengan kerugian negara yang hampir menembus setengah triliun rupiah, publik kini menanti langkah lanjut Kejati dan transparansi penanganan kasus ini. Ikan busuk mulai dari kepalanya, jerat korupsi tuntas hingga ke akar-akarnya.


Penulis: Fairuz Fakhirah

Editor: Rahma Ardana Fara Aviva