Jakarta - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Marthinus Hukom, menegaskan baik artis maupun masyarakat umum yang menjadi pecandu narkoba adalah korban dan harus mendapatkan rehabilitasi. Oleh karena itu, Marthinus melarang anggotanya untuk menangkap pengguna narkoba, khususnya yang berprofesi sebagai artis.  “Saya sebagai Kepala BNN melarang anggota dan jajaran menangkap pengguna, termasuk di dalamnya artis,” terangnya usai menjadi pembicara dalam kuliah umum di Universitas Udayana, Jimbaran, Bali, pada Selasa 15 Juli 2025.


Dikutip dari laman CNN Indonesia, Marthinus mengungkapkan di Indonesia ada 1.496 Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang merupakan pusat kesehatan atau lembaga rehabilitasi. Ia mengimbau kepada masyarakat yang memiliki keluarga pengguna narkoba untuk melaporkannya. “Tidak diproses ya, tolong dicatat ya, tidak diproses. Kalau ada  petugas penegak hukum yang coba-coba bermain memproses itu, ya dia berhadapan dengan hukum itu sendiri. Itu sudah diatur, laporan wajib diterima lalu direhabilitasi tanpa proses hukum 


Marthinus menyebutkan pengguna narkoba merupakan korban dari para bandar. “Pengguna itu dia adalah korban. Kalau ada artis yang gunakan, berarti moralnya perlu dipertanyakan. Bukan kita harus menangkap dan membawa ke pengadilan,” ujar Marthinus.


Ia mencontohkan artis kawakan Fariz Rustam Munaf atau Fariz RM, yang sudah beberapa kali ditangkap atas kasus narkoba. Menurutnya, Fariz RM itu sedianya menjalani rehabilitasi bukan diproses hukum agar tidak menjadi korban dua kali. "Seperti kasus Fariz RM, berapa kali dia menggunakan dan ditangkap? Artinya dia dalam kondisi sebagai orang yang ketergantungan. Kalau, kita membawa dia ke penjara, kita menghukum dia untuk kedua kali. Kita menjadikan korban untuk kedua kalinya," kata Marthinus.


"Maka yang harus digunakan adalah pendekatan rehabilitasi. Mungkin perlu direhabilitasi inap yang lama dengan intervensi-intervensi. Banyak kok yang selesai rehabilitasi kembali lagi," sambungnya. Saat ditanya mengenai adanya kesalahan dalam proses asesmen narkotika di tingkat bawah, Marthinus menyatakan bahwa sudah terdapat acuan berupa Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010.


Ia menjelaskan bahwa asesmen tidak hanya didasarkan pada jumlah narkoba yang ditemukan di tubuh pengguna. Dalam SEMA tersebut, disebutkan bahwa kepemilikan narkoba hingga satu gram mengindikasikan bahwa seseorang harus menjalani rehabilitasi karena dikategorikan sebagai pengguna. 


Namun, Marthinus menegaskan, tidak menutup kemungkinan seseorang yang ketahuan membawa satu gram narkoba sebenarnya adalah pengedar. Misalnya, jika barang bukti yang tersisa hanya satu gram karena sisanya sudah terpakai, maka penentuan status pengedar atau bukan akan didasarkan pada informasi intelijen lainnya, bukan hanya berat barang bukti yang ditemukan. “Tapi tidak menutup kemungkinan yang di badannya itu hanya satu gram. Tapi dia pengedar. Karena kebetulan sudah habis sisa tinggal satu gram. Maka asesmen itu bertumpu pada informasi intelejen lainnya,” tambah Marthinus.


Penulis: Fanny Mertyana

Editor : Windi Judithia