Jakarta -  Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis pidana penjara selama tiga tahun enam bulan kepada Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, pada Jumat, 25 Juli 2025. Vonis ini berkaitan dengan perkara dugaan suap yang melibatkan mantan calon anggota legislatif PDIP, Harun Masiku, dalam upaya pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019–2024.


Dalam sidang yang dipimpin oleh majelis hakim Tipikor, Hasto dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan turut serta dalam tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan. Ia terbukti berperan dalam penyediaan dana suap kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, dengan tujuan agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR melalui mekanisme PAW menggantikan almarhum Nazaruddin Kiemas.


“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama tiga tahun enam bulan dan pidana denda sebesar Rp250 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan,” ujar hakim ketua saat membacakan amar putusan di ruang sidang Tipikor, Jakarta Pusat.


Vonis ini lebih ringan dibandingkan tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang sebelumnya meminta agar Hasto dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp600 juta, subsider enam bulan kurungan.


Majelis hakim menilai, dalam perannya, Hasto menyediakan dana sekitar Rp400 juta yang diberikan kepada Saeful Bahri, seorang kader PDIP, untuk kemudian diserahkan kepada Wahyu Setiawan. Dana tersebut digunakan sebagai bentuk gratifikasi agar KPU menyetujui penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR, meski proses PAW tersebut bertentangan dengan keputusan internal KPU.


Dalam proses persidangan, hakim juga memaparkan berbagai alat bukti yang menguatkan keterlibatan Hasto, termasuk komunikasi melalui pesan singkat dan pertemuan-pertemuan antara Hasto, Saeful Bahri, serta Doni Tri Istiqomah. Meskipun Hasto membantah terlibat dalam perencanaan maupun pemberian suap, majelis hakim menyatakan bahwa bantahan tersebut tidak cukup kuat untuk meniadakan peran aktif terdakwa dalam perkara ini.


Selain itu, hakim juga menyatakan bahwa Hasto tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan terhadap proses hukum yang sedang dijalankan oleh KPK, sebagaimana dimuat dalam dakwaan kedua. Oleh karena itu, ia dibebaskan dari dakwaan tersebut, dan hanya dinyatakan bersalah berdasarkan dakwaan pertama.


Kasus ini sendiri mencuat sejak awal 2020, ketika KPK mengungkap adanya praktik suap dalam proses pergantian anggota DPR dari fraksi PDIP. Nama Harun Masiku menjadi sorotan setelah diketahui memberikan uang kepada sejumlah pihak di KPU agar dirinya dapat diloloskan menggantikan Nazaruddin Kiemas. Harun Masiku sendiri hingga kini masih berstatus buron dan menjadi salah satu target pencarian utama oleh KPK.


Putusan terhadap Hasto Kristiyanto menambah daftar panjang politisi dan pejabat partai yang terjerat kasus korupsi, terutama yang berkaitan dengan proses politik dan pemilu. Meski demikian, pihak Hasto masih memiliki hak untuk mengajukan upaya hukum lanjutan, seperti banding atau kasasi.


Sementara itu, KPK menyatakan akan mempelajari putusan tersebut sebelum menentukan langkah selanjutnya. Lembaga antirasuah itu menegaskan komitmennya untuk terus mengusut tuntas kasus Harun Masiku, termasuk memburu keberadaan Harun yang masih belum terlacak hingga saat ini.


Penulis: Loren Kristin Hia

Editor: Rahma Ardana Fara Aviva