Sumber: The Asian Post
Muak Dengan Korupsi: Albania Angkat AI Sebagai Menteri Pengadaan Publik
Jakarta – Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Albania menunjuk sistem kecerdasan buatan/ Artificial Intelligence (AI) bernama Diella sebagai Menteri Pengadaan Publik. Langkah ini dinilai bukan hanya inovasi teknologi, melainkan sebuah pergeseran besar dalam praktik pemerintahan, dimana untuk pertama kalinya anggota kabinet pemerintahan hadir bukan dalam wujud manusia, melainkan entitas digital yang diciptakan dengan algoritma. Perdana Menteri Albania, Edi Rama, menyebutnya sebagai menteri virtual pertama yang hadir di kabinet tanpa tubuh fisik.
Keputusan tersebut tidak datang tiba-tiba. Albania, negara kecil di kawasan Balkan dengan populasi sekitar 2,8 juta jiwa, telah lama diguncang persoalan korupsi, khususnya di sektor pengadaan barang dan jasa. berbagai kasus suap, kolusi, dan penyalahgunaan wewenang membuat publik kehilangan kepercayaan pada birokrasi.
Situasi ini bahkan menjadi hambatan serius dalam ambisi Albania untuk bergabung ke dalam Uni Eropa (UE) pada 2030. Penunjukan Diella dipandang sebagai sinyal kuat bahwa pemerintah siap melakukan terobosan, baik dari sisi teknologi maupun politik, demi memperbaiki citra dan menunjukkan keseriusan dalam reformasi dan birokrasi pemerintahan.
Nama Diella secara harfiah berarti “matahari” dalam bahasa Albani. Tampilan Diella cukup menggambarkan kebudayaan Albania dengan mengenakan pakaian khas Albania. Entitas ini juga dapat melakukan asistensi lewat suara, memberi cap pengesahan dan stempel elektronik.
Diluncurkan oleh Badan Nasional untuk Masyarakat Informasi (disingkat AKSHI) pada tahun 2025, Diella berperan sebagai asisten digital di platform layanan publik Albania. Awalnya tugasnya sangat sederhana, yakni membantu masyarakat mengakses dokumen digital, menggunakan tanda tangan elektronik, hingga memberi informasi lewat perintah suara. Tercatat dalam hitungan bulan, Diella sudah membantu penerbitan puluhan ribu dokumen dan memfasilitasi hampir seribu layanan online. Pencapaian ini menunjukkan kemampuannya dalam melakukan perampingan birokrasi yang selama ini cukup bermasalah.
Namun pada bulan September 2025, peran Diella berubah drastis. Lewat dekrit presiden, entitas ini secara resmi dilantik sebagai Menteri Pengadaan Publik. Dari sekadar asisten layanan, kini ia memegang kendali penuh atas proses tender proyek negara. Pemerintah mengklaim, dengan menyerahkan keputusan pada algoritma, sistem akan menjadi transparan dan bebas sepenuhnya dari korupsi. Proses transisi dilakukan secara bertahap, dengan menggantikan peran pejabat manusia dalam mengevaluasi kontrak bernilai jutaan Euro.
“Kami bekerja dengan tim yang hebat dan brilian, yang tidak hanya orang Albania saja melainkan dari berbagai negara, untuk menciptakan model AI pertama yang sepenuhnya dapat diandalkan dalam bidang pelayanan publik” ujar Edi Rama, perdana menteri Albania. Ia juga menimpali, “Tidak hanya menghilangkan setiap pengaruh dan potensi penyalahgunaan dalam pelayanan publik, kami juga mengupayakan proses yang lebih cepat, lebih efisien dan akuntabel secara total”.
Transformasi ini mengubah AI dari sekadar alat pendukung menjadi aktor pengambil keputusan dalam pemerintahan. Bagi Rama dan pihak pendukungnya, hal ini merupakan pertaruhan langkah politik sekaligus inovasi dalam pemerintahan yang menunjukkan keyakinan bahwa algoritma bisa melakukan hal yang selama ini gagal dijalankan manusia, yakni menutup celah korupsi.
Rama menegaskan, proses pengadaan harus didasarkan pada data dan aturan yang konsisten, bukan pada lobi atau pengaruh politik. Strategi ini juga diproyeksikan sebagai modal penting dalam negosiasi masuknya Albania ke dalam UE. Pihak UE selama ini menyoroti praktik korupsi sebagai batu sandungan utama terhadap upaya bergabungnya Albania, dan Rama berharap Diella dapat mengubah persepsi itu.
Narasi yang diangkat adalah optimisme bahwa teknologi bisa menjadi solusi non-politis untuk masalah politis yang kronis. Dengan mandat politik yang kuat, Rama berani mengambil langkah yang belum pernah dicoba negara lain.
Menurut laporan BBC, pengangkatan tersebut lebih tepat dipandang sebagai simbol politik ketimbang keputusan formal. Pasalnya, konstitusi Albania secara jelas menyebutkan bahwa seorang menteri haruslah warga negara yang sehat secara mental dan berusia minimal 18 tahun. Meski disebut revolusioner dan inovatif, penunjukan Diella juga memicu kritik keras.
Pertanyaan utama datang dari pakar hukum dan oposisi, yakni bagaimana mekanisme dan prosedur dari pertanggungjawaban entitas non-manusia nanti selayaknya menteri. Dalam sistem demokrasi, akuntabilitas selayaknya selalu dipegang manusia, baik yang dipilih rakyat maupun yang ditunjuk pemerintah. Diella, sebagai algoritma, tentunya dipandang akan menciptakan kekosongan hukum.
Gazmend Bardhi, pemimpin oposisi dari Partai Demokrat, menilai langkah ini sebagai layaknya “sirkus politik” yang tidak memiliki dasar konstitusional. Ia menekankan perlunya legislasi khusus untuk menetapkan status hukum menteri virtual, sesuatu yang hingga kini belum jelas.
Dari sisi teknis, kekhawatiran juga besar. Pakar keamanan siber mengingatkan potensi peretasan, mengingat sistem ini mengelola kontrak bernilai miliaran lek. Ada pula risiko bias algoritma: jika data historis yang digunakan untuk melatih AI tercemar oleh praktik korupsi, keputusan Diella justru bisa mereplikasi pola bermasalah yang sama.
Reaksi publik juga beragam. Di berbagai media sosial, muncul komentar sinis yang menunjukkan bahwa skeptisisme masyarakat bukan pada alatnya, tetapi pada sistem politik yang dianggap belum berubah secara mendasar.
Hingga kini, belum ada mekanisme jelas soal siapa yang bertanggung jawab jika keputusan Diella merugikan pihak tertentu. Belum ada pula jalur banding formal bagi warga atau perusahaan yang merasa dirugikan oleh keputusan algoritmik dari entitas tersebut.
Jika inovasi ini berhasil, Albania bisa menjadi pionir tata kelola baru yang menggabungkan efisiensi teknologi dengan integritas. Namun apabila gagal, langkah ini akan tercatat sebagai peringatan tentang bahaya menyerahkan kekuasaan pada mesin tanpa payung hukum, riset mendalam dan pengawasan yang memadai.
Dunia kini menunggu, apakah Diella “sang menteri digital”, akan benar-benar membawa cahaya bagi demokrasi Albania bahkan pintu inovasi bagi seluruh dunia, atau justru menyoroti bayangan gelap birokrasi yang belum berubah.
Penulis: Almerdo Agsa Soroinama Hia
Editor: I Gusti Ayu Agung Erlina Putri Astana
Baca Artikel Menarik Lainnya!
Ketika Perundungan Berujung Kematian : Bagaimana P...
21 October 2025
Waktu Baca: 6 menit
Baca Selengkapnya →
Terendus KPK! Kendaraan Ridwan Kamil Diduga Diatas...
27 July 2025
Waktu Baca: 2 menit
Baca Selengkapnya →
Perempuan Adat dan Cita-Cita Para Pendiri Bangsa:...
27 May 2025
Waktu Baca: 16 menit
Baca Selengkapnya →