Sumber: Antara News
Global Sumud Flotilla: Upaya Kemanusiaan Untuk Gaza Dan Konfrontasi Dengan Israel
Jakarta - Puluhan kapal membawa lebih dari 500 aktivis dari 44 negara berlayar dari Barcelona menuju Gaza dalam misi kemanusiaan ‘Global Sumud Flotilla’. Armada ini menantang blokade Israel yang telah mencekik Gaza sejak 2007, sekaligus mengirim pesan global bahwa dunia tak lagi tinggal diam.
Berdasarkan warta yang tersiar pada laman tempo.co (31/08/2025), puluhan kapal yang membawa ratusan aktivis dari 44 negara, bersiap berlayar dari Barcelona, Spanyol. Mereka bergabung sebagai bagian dari Armada Sumud Global yang berarti kegigihan dalam bahasa Arab. Inisiatif ini diselenggarakan oleh Komite Internasional untuk Mematahkan Pengepungan di Gaza, serta bertujuan menantang blokade Israel terhadap Gaza sejak 2007.
Penyelenggara menekankan bahwa misi ini bukan sekadar pengiriman simbolis, melainkan pesan kemanusiaan yang kuat yang mencerminkan tekad global untuk mengakhiri pengepungan dan ketidakadilan.
Armada Sumud Global menyatukan empat koalisi utama yaitu Armada Sumud Maghreb, Gerakan Global ke Gaza, Koalisi Armada Kebebasan, dan Sumud Nusantara. Ini juga melibatkan delegasi dari enam benua termasuk Australia, Brazil, dan Afrika Selatan.
Dengan sekitar 70 kapal dalam tahap akhir, armada diperkirakan tiba di Gaza pada 14-15 September setelah menempuh 3.000 km selama tujuh hingga delapan hari. Koalisi penyelenggara memberikan fondasi kuat yaitu:
- Gerakan Global ke Gaza (sebelumnya Pawai Global ke Gaza) mengorganisir aksi solidaritas.
- Freedom Flotilla Coalition (FFC) dengan pengalaman 15 tahun dari misi seperti Madleen dan Handala.
- Armada Maghreb Sumud dari Afrika Utara.
- Sumud Nusantara dari Malaysia dan delapan negara lain, termasuk Indonesia yang mengirim kapal bantuan makanan.
Menurut kabar terkini pada laman tempo.co (01/09/2025), armada pertama berangkat dari Barcelona pada 31 Agustus, membawa aktivis, dokter, dan pasokan kemanusiaan untuk membangun koridor maritim ke Gaza. Juru bicara Saif Abukeshek menjelaskan kepada saluran televisi Spanyol bahwa misi ini menargetkan kekurangan air, listrik, dan makanan, serta pengeboman rumah sakit dan sekolah.
Armada ini akan disusul dengan keberangkatan kedua dari Tunisia pada 4 September dengan membawa bantuan kemanusiaan esensial seperti makanan, obat-obatan, dan susu formula bayi untuk mengatasi kelaparan di wilayah tersebut.
Peserta terkenal seperti aktivis lingkungan Swedia Greta Thunberg, politikus Portugal Mariana Mortagua, aktris AS Susan Sarandon, aktor Irlandia Liam Cunningham, mantan Wali Kota Barcelona Ada Colau, serta Mandla Mandela (cucu Nelson Mandela) akan bergabung dari berbagai pelabuhan Eropa.
Seperti dilaporkan situs Qodsna, konvoi ini digambarkan sebagai protes dunia terhadap pengepungan dan genosida di Gaza dengan tuduhan bahwa lembaga internasional telah gagal bertindak. Penyelenggara mendesak pemerintah global untuk menekan Israel agar mengizinkan armada terbesar ini mencapai tujuan.
Namun sejarah membuktikan bahwa upaya ini sangat berisiko tinggi. Hal ini dibuktikan dengan penyerbuan Israel pada 2010 terhadap kapal Turki Mavi Marmara yang menewaskan sembilan aktivis, serta intersepsi kapal-kapal seperti Al-Dhamir, Madleen, dan Handala tahun ini.
Saif Abukeshek, penyelenggara asal Palestina di Spanyol menyatakan, "Kewenangan untuk menekan Israel agar membiarkan armada itu lewat ada di tangan politikus. Mereka perlu bertindak untuk membela hak asasi manusia dan menjamin perjalanan yang aman bagi armada ini."
Juni lalu, angkatan laut Israel menyita kapal pesiar berbendera Inggris yang membawa Thunberg. Armada ini datang di tengah eskalasi Operasi Gideon's Chariots 2 oleh Israel yang didukung AS di bawah Donald Trump, serta tuduhan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) dan surat perintah ICC untuk Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant atas kejahatan perang sejak Oktober 2023, di mana hampir 63.400 warga Palestina tewas.
Pada 24 September, seperti yang diwartakan dari Anadolu, armada menghadapi intimidasi awal saat drone menjatuhkan proyektil pembakar ke kapal Yulara dan Ohwayla, termasuk bom asap dan granat kejut yang meledak di sekitar. Setidaknya 15 drone melayang rendah di atas kapal Alma, sementara lima lainnya mengitari Deir Yassin, disertai gangguan elektronik pada komunikasi. Meski tidak ada korban jiwa atau kerusakan besar, protokol darurat tetap diaktifkan.
Komite menyatakan, "Taktik dan upaya intimidasi ini tidak akan menghalangi armada dari misinya untuk mengirimkan bantuan dan mematahkan blokade Israel di Gaza.” Israel sebelumnya mengancam tindakan seperti dikutip Middle East Eye terhadap 50 kapal yang membawa pasokan medis ke Gaza, di mana PBB menyimpulkan genosida telah menewaskan lebih dari 65.300 orang sejak Oktober 2023.
Sebagaimana berita yang termuat pada laman tempo.co (01/10/2025), armada mencapai 121 mil laut dari Gaza pada Rabu dini hari, tetapi kapal tak dikenal mendekat dengan lampu dimatikan, memicu protokol keamanan.
Juru bicara Armada Maghreb Wael Naouar melaporkan di Facebook bahwa jumlah drone berlipat ganda, disertai gangguan internet dan radio yang lebih parah. "Jumlah drone di atas kapal kami meningkat dua kali lipat dan gangguan internet serta radio lebih besar dari biasanya. Kami semua siap untuk momen intersepsi, entah malam ini atau besok," katanya.
Koresponden, Al Jazeera, mendeteksi drone pengintai dan kapal perang Israel sekitar 80 km jauhnya. Aktivis Turki Muhammed Salih dari kapal Adagio berbagi di Instagram, "Kami sudah memperkirakan intersepsi atau serangan Israel malam ini atau besok malam. Kemungkinan besar terjadi malam ini. Kami siaga penuh. Semua orang sudah mengenakan pelampung dan menunggu di geladak."
Pada 2 Oktober, Anadolu dan Al Jazeera memberitakan bahwa militer Israel mencegat 15 dari lebih 40 kapal di perairan internasional, menangkap 223 aktivis dari 37 negara, termasuk 30 dari Spanyol, 22 dari Italia, 21 dari Turki, dan 12 dari Malaysia. Saif Abukeshek menyatakan, "Kami memiliki sekitar 20 kapal yang masih berjuang menjauh dari kapal-kapal militer pasukan pendudukan yang berusaha mencapai pantai Gaza. Mereka bertekad."
Intersepsi dimulai pukul 20.30 pada kapal seperti Alma, Sirius, dan Adara. Video Kementerian Luar Negeri Israel menunjukkan Greta Thunberg dikelilingi tentara dan mereka klaim penumpang "selamat dan sehat" serta akan dideportasi. Armada dengan 500 aktivis dari 45 negara ini memicu protes di Roma, Buenos Aires, dan Istanbul.
Menurut kabar terkini pada laman tempo.co (02/10/2025), Kementerian Luar Negeri Indonesia memastikan tidak ada WNI di kapal yang dicegat, meski memantau situasi. Juru Bicara Vahd Nabyl A. Mulachela menyatakan, "Dalam catatan kami tidak ada WNI di dalam kapal tersebut," sambil menyiapkan bantuan konsuler melalui KBRI. Direktur Perlindungan WNI Judha Nugraha menambahkan bahwa peserta seperti Muhammad Husein dari Indonesia Global Peace Convoy dalam kondisi baik di Siprus, sementara Muhammad Fatur Rohman dan Wanda Hamidah ikut hingga keberangkatan.
Penulis: Rofi Nurrohmah
Editor: I Gusti Ayu Agung Erlina Putri Astana
Baca Artikel Menarik Lainnya!
Mengenal Model Sistem Peradilan Pidana: Indonesia...
12 June 2025
Waktu Baca: 6 menit
Baca Selengkapnya →
Dana Korupsi Untuk Pendidikan? Begini Rencana Prab...
22 October 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →
Publik Berhak Tahu Ijazah Jokowi? Simak Dasar Huku...
27 April 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →