
Sumber: Freepik
Bagaimana Cara Negara Melindungi Gen Alpha dari Bahaya Internet? Ini Jawabannya!
Anak-anak Gen Alpha sekarang lebih akrab dengan tren tralalero tralala sampai tung tung tung sahur daripada lagu daerah. Tapi, siapa yang bisa melindungi mereka dari tren-tren negatif di dunia digital?
Apa itu PP Tuntas?
Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggara Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau PP Tuntas) menunjukan respons konkret pemerintah terhadap maraknya dampak negatif paparan digital terhadap anak-anak. meningkatnya risiko adiksi digital, eksploitasi data pribadi dan penyalahgunaan data pribadi anak semakin mengkhawatirkan di tengah lemahnya kesadaran penyelenggara sistem elektronik akan prinsip perlindungan anak.
Ancaman kejahatan siber terhadap anak tidak dapat dihiraukan: Tercatat sebanyak 5.566.015 temuan pornografi kasus dalam empat tahun terakhir yang menempatkan Indonesia dalam peringkat empat besar di dunia serta 80.000 anak di bawah usia 10 tahun yang terindikasi terpapar judi online dan data-data pribadi yang rentan disalahgunakan.
Siapa Anak Gen Alpha di dalam PP Tuntas?
PP Tuntas secara tegas mendefinisikan anak sebagai seseorang yang berusia di bawah 18 tahun. Meskipun berbagai peraturan perundang-undangan menetapkan batasan usia yang berbeda untuk anak-anak, peraturan ini dengan jelas mengkategorikan mereka yang berusia di bawah 18 tahun sebagai anak-anak dengan pengelompokan rentang usia.
Pasal 20 PP Tuntas mengatur batasan minimum usia anak berusia paling rendah 3 tahun dengan pengelompokan rentang usia anak meliputi:
a. 3-5 tahun;
b. 6-9 tahun;
c. 10-12 tahun;
d. 13-15 tahun; dan
e. 16-18 tahun.
Rentang ini bukan hanya klasifikasi administratif, tetapi menjadi dasar bagi penyusunan produk, layanan, dan konten digital yang sesuai perkembangan usia anak. Dengan demikian, pendekatan perlindungan anak tidak lagi seragam, tetapi disesuaikan dengan tingkat kematangan dan risiko digital yang berbeda di setiap fase usia.
Pasal 21 PP Tuntas mengatur bahwa anak berusia di bawah 13 tahun diperbolehkan memiliki akun hanya jika produk, layanan, dan fitur yang secara khusus dirancang untuk digunakan atau diakses anak dan memiliki profil risiko rendah dengan persetujuan orang tua. Ketentuan ini merupakan upaya preventif dalam mengontrol akses digital yang belum layak bagi anak, sejalan dengan prinsip kehati-hatian dalam memberikan kebebasan digital kepada individu yang belum dewasa.
Apa Saja yang Dilindungi?
PP Tuntas mengatur PSE dalam hal ini adalah penyelenggara sistem elektronik baik publik maupun pemerintah yang mengembangkan atau menyediakan produk, layanan, atau fitur daring yang secara khusus dimaksudkan untuk digunakan atau diakses oleh anak-anak — atau yang secara potensial dapat digunakan atau diakses oleh mereka. Adapun PSE publik adalah SatuSehat sementara PSE privat meliputi media sosial (Tiktok dan Instagram), e-commerce (Shopee dan Tokopedia), serta aplikasi digital (Gojek dan Grab).
Dalam menentukan produk yang dapat digunakan atau diakses oleh anak-anak, terdapat beberapa indikator yang ditetapkan, antara lain:
a. Ketentuan, aturan, atau kebijakan yang secara eksplisit menyatakan produk ditujukan untuk anak;
b. Komposisi pengguna aktif yang secara reguler terdiri dari anak-anak;
c. Materi iklan produk yang menyasar anak-anak;
d. Elemen desain, antarmuka, atau fitur visual yang menarik bagi anak (misalnya penggunaan karakter kartun, warna cerah, atau gamifikasi);
e. Kesamaan substansi dengan produk lain yang pengguna dominannya adalah anak-anak.
Dengan demikian, peran PSE menjadi proaktif dalam mengidentifikasi risiko berdasarkan karakteristik dan dampak aktual dari produk digital tersebut dan memiliki tanggung jawab hukum untuk menerapkan prinsip perlindungan anak.
Kewajiban PSE terhadap Pengguna Anak
PP Tuntas memberikan kewajiban tegas kepada Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), baik dari sektor publik maupun swasta, seperti TikTok, Instagram, Shopee, Tokopedia, hingga Gojek dan Grab, untuk:
a. Mengutamakan kepentingan terbaik anak di atas keuntungan komersial;
b. Menyediakan fitur yang sesuai dengan perkembangan usia anak;
c. Menyampaikan informasi batas usia minimum penggunaan secara transparan;
d. Menyediakan kanal aduan yang mudah diakses anak atau orang tua; dan
e. Menyertakan fitur edukatif untuk membimbing anak, orang tua, maupun guru.
Perlindungan anak ini juga sejalan dengan UU ITE dan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber yang tengah dibahas dalam Prolegnas DPR. Namun terdapat tantangan dalam pengawasan dan pelaksanaannya di lapangan antara lain;
a. Mudahnya manipulasi verifikasi usia
Hingga saat ini, belum ada sistem verifikasi usia yang efektif di platform digital. Anak-anak dapat dengan mudah membuat akun media sosial hanya dengan mengganti tanggal lahir. Tanpa teknologi otentikasi yang andal dan pengawasan pemerintah yang kuat, aturan usia hanya menjadi formalitas sebagaimana struktur pelaksana seperti Kominfo dan PSE sendiri belum memiliki alat otentikasi yang efektif dan berbasis teknologi. Tanpa kerjasama lintas sektor, misalnya dengan integrasi data kependudukan (Dukcapil) atau otentikasi biometrik dengan kartu identitas anak, aturan usia hanya menjadi simbol administratif yang bisa dilewati dengan sekali klik yang diperparah dengan kekosongan hukum dalam pelaksanaanya.
b. Sanksi hukum belum efektif untuk pengawasan dan penegakan PSE
Banyak PSE yang beroperasi lintas negara dan tidak berkantor di Indonesia, sehingga sulit untuk dijangkau oleh sanksi administratif atau denda melalui hukum Indonesia. Mekanisme penegakan PSE di Indonesia sendiri masih lemah, dan belum ada skema konkret untuk melakukan penindakan terhadap pelanggaran regulasi perlindungan anak oleh platform PSE asing yang menjadikan sulitnya kontrol akibat kurangnya mekanisme penegakan hukum lintas negara.
c. Dilema rendahnya literasi digital dan perlindungan anak
Tingkat literasi digital yang rendah di kalangan anak-anak, orang tua, dan pendidik merupakan refleksi langsung dari budaya hukum yang belum berkembang selaras dengan kebutuhan zaman digital. Masyarakat belum melihat pentingnya perlindungan dan literasi mengenai dunia digital, yang mengakibatkan kegagalan bersama sebagai masyarakat dalam menciptakan ekosistem digital yang aman bagi anak. Goodstats menunjukkan bahwa Indonesia memiliki tingkat literasi yang rendah, tidak hanya pada anak, tetapi juga pada orang tua dan guru. Mayoritas orang tua tidak memahami cara mengatur kontrol parental atau membaca kebijakan privasi. Sekolah pun belum menjadikan literasi digital sebagai prioritas dalam kurikulum, membuat anak-anak rentan “berkeliaran” di dunia digital tanpa pengawasan atau pembekalan nilai kritis. Selain itu, reputasi Indonesia sebagai salah satu negara dengan netizen paling tidak sopan di Asia Tenggara berdasarkan Microsoft Digital Civility Index (2021) memperlihatkan bahwa ruang digital kita belum sehat secara etika. Tanpa perubahan budaya bermedia yang lebih sopan, sadar, dan bijak, regulasi seperti PP Tuntas akan sulit menjangkau akar masalah dan menunjukan budaya hukum yang belum terbentuk secara matang.
Implikasi pada UU PDP
Merujuk pada UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, Peraturan ini juga mengatur ketentuan tertentu terkait perlindungan data pribadi anak-anak. PSE wajib menyiapkan Penilaian Dampak Perlindungan Data Pribadi untuk setiap produk yang diakses atau dapat diakses oleh anak-anak sebelum produk tersebut digunakan oleh anak-anak, paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum produk tersebut dapat diakses oleh anak-anak. Penilaian tersebut juga harus ditinjau dan diperbaiki setidaknya setiap 2 (dua) tahun, atau setiap kali produk tersebut diperbarui atau dimodifikasi secara material.
Perlindungan masa depan dimulai dari kita dalam membimbing generasi penerus bangsa bagaimana bersosialisasi di dunia digital.
Demikian artikel mengenai Pelindungan Anak di tengah ruang digital, semoga bermanfaat!
Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis.
PP No. 17 Tahun 2025 (PP Tuntas) hadir sebagai respons pemerintah untuk melindungi anak-anak dari dampak negatif dunia digital, dengan mendefinisikan anak sebagai individu di bawah usia 18 tahun dan mengatur kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), seperti TikTok, Shopee, dan Gojek, untuk menyediakan layanan yang aman, edukatif, dan sesuai usia. Pasal 21 PP Tuntas mengharuskan persetujuan orang tua bagi anak di bawah 13 tahun untuk mengakses layanan digital berisiko rendah. Tantangan utama implementasinya adalah lemahnya verifikasi usia, rendahnya literasi digital, dan keterbatasan penegakan hukum, terutama terhadap PSE asing. Peraturan ini juga sejalan dengan UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, yang mewajibkan PSE melakukan Penilaian Dampak Perlindungan Data Pribadi terhadap produk yang ditujukan bagi anak-anak.
Referensi
Anugrahanto, Nino Citra. 2025. “Prabowo Sahkan PP Tuntas, Pembuatan Akun Medsos Anak Dibatasi Usia.” Kompas.Id. PT Kompas Media Nusantara. March 28. https://www.kompas.id/artikel/prabowo-sahkan-pp-tuntas-pembuatan-akun-medsos-anak-dibatasi-usia?open_from=Search_Result_Page.
Aranditio, Stephanus. 2024. “Anak Rentan Terpapar Konten Dewasa Di Internet.” Kompas.Id. Harian Kompas. July 24. https://www.kompas.id/baca/humaniora/2024/07/23/perlindungan-anak-dari-konten-dewasa-di-internet-perlu-diperkuat?open_from=Baca_Juga_Card.
DA, Ady Thea. 2025. “5 Catatan RPP Pelindungan Anak Dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik.” Hukumonline.Com. Accessed April 21. https://www.hukumonline.com/berita/a/5-catatan-rpp-pelindungan-anak-dalam-penyelenggaraan-sistem-elektronik-lt6667d5abb6c92/?page=all.
Mediana, Caecilia. 2025. “Medsos Diwajibkan Menyediakan Fitur Sesuai Gradasi Usia Anak, Pengawasan Jadi Tantangan.” Kompas.Id. PT Kompas Media Nusantara. April 16. https://www.kompas.id/artikel/medsos-diwajibkan-menyediakan-fitur-sesuai-gradasi-usia-anak-pengawasan-jadi-tantangan?open_from=Tagar_Page.
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik Dalam Pelindungan Anak Lembaran Negara Tahun 2025 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 7105
Sinombor, Sonya Hellen. 2025. “Pengawasan Dalam Implementasi ‘PP Anak Bermedsos’ Perlu Dipertajam .” Kompas.Id. PT Kompas Media Nusantara. April 2. https://www.kompas.id/artikel/pengawasan-implementasi-pp-anak-bermedsos.
Sinombor, Sonya Hellen. 2025. “Penyusunan PP Tuntas Dinilai Terburu-Buru, Partisipasi Publik Belum Bermakna.” Kompas.Id. PT Kompas Media Nusantara. March 29. https://www.kompas.id/artikel/penyusunan-pp-tuntas-dinilai-terburu-buru-dan-tokenisme-partisipasi-publik-belum-bermakna?open_from=Tagar_Page.
Undang-undang (UU) Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi LN.2022/No.196, TLN No.6820
Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik LN 2024 (1), TLN (6905): 21 hlm
Microsoft. 2021 “Studi Terbaru dari Microsoft Menunjukkan Peningkatan Digital Civility (Keadaban Digital) di Seluruh Kawasan Asia-Pacific Selama Masa Pandemi” Indonesia News Center February 11 2021 https://news.microsoft.com/id-id/2021/02/11/studi-terbaru-dari-microsoft-menunjukkan-peningkatan-digital-civility-keadaban-digital-di-seluruh-kawasan-asia-pacific-selama-masa-pandemi/ Accessed May 1.
DS.Alfari 2025 “Punya Perpustakaan Tertinggi di Dunia, Minat Baca di Indonesia Masih Rendah” Goodstats.id 4 Maret 2025 https://goodstats.id/article/perpus-tertinggi-dunia-namun-minat-baca-rendah-rPe7F Accessed May 1.
Baca Artikel Menarik Lainnya!

200 Ribu Buruh Akan Padati Monas, Bawa Enam Tuntut...
25 April 2025
Waktu Baca: 2 menit
Baca Selengkapnya →
Justice Collaborator: Kerja Sama antara Penyidik d...
29 June 2025
Waktu Baca: 5 menit
Baca Selengkapnya →
Contohkan Legalisasi Kasino, DPR Dorong PNBP Kelua...
14 May 2025
Waktu Baca: 2 menit
Baca Selengkapnya →