
Sumber: detikcom
Pentingnya Uji Materiil UU TNI: Prajurit Aktif Makin Mudah Nyambi Posisi Sipil?
Latar Belakang
Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) pada Juni 2025 menarik perhatian luas setelah diajukannya permohonan uji materiil atas Pasal 47 Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Pemohon menilai ketentuan ini membuka celah terlalu lebar bagi Presiden untuk menempatkan prajurit aktif dalam jabatan sipil tanpa kriteria hukum yang jelas dan tegas. Perlu dicatat, meskipun telah terjadi perubahan redaksional dari UU sebelumnya, substansi pengecualian dalam Pasal 47 Ayat (3) tetap dipertahankan. Hal ini menyisakan ruang multitafsir yang relevan untuk diuji secara konstitusional, terutama dalam konteks reformasi militer pasca-1998.
Pasca reformasi, keterlibatan militer dalam ranah sipil telah dihapus melalui pembubaran dwifungsi ABRI dan penegasan supremasi sipil. Maka dari itu, norma ini dipandang tidak hanya multitafsir, tetapi juga regresif secara konstitusional. Di sinilah MK diharapkan berperan sebagai guardian of the constitution demi menjaga prinsip civilian control of the military sebagai pilar demokrasi.
Norma Hukum
Pasal 47 UU TNI berbunyi:
Ayat (2): “Prajurit aktif hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.”
Ayat (3): “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan bagi instansi yang secara khusus membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden.”
Ketentuan dalam Ayat (3) inilah yang menjadi sorotan karena memberi ruang bagi pengecualian yang bersifat luas dan subjektif tanpa disertai batasan normatif yang tegas. Ketentuan ini berpotensi bertentangan dengan Pasal 30 Ayat (3) UUD 1945, yang menegaskan bahwa TNI hanya bertugas mempertahankan kedaulatan negara di bidang pertahanan. Selain itu, Tap MPR No. VII/MPR/2000 secara eksplisit menyatakan bahwa TNI tidak boleh menduduki jabatan sipil kecuali setelah mengakhiri dinas keprajuritannya.
Fakta Empiris
Dalam praktiknya, jabatan-jabatan strategis di instansi pemerintah, baik yang bersifat sipil maupun keamanan nasional (misalnya Kepala BNPT, Deputi Kemenkopolhukam, dan Kepala BSSN) hingga kini masih dijabat oleh prajurit aktif. Panglima TNI bahkan menyebutkan terdapat 28 jabatan sipil yang diisi oleh personel TNI Aktif. Ini menunjukkan bahwa pengecualian dalam Pasal 47 Ayat (3) telah menjadi praktik yang dinormalisasi.
Fenomena ini berbahaya karena memperluas ruang militer dalam birokrasi sipil dan pada akhirnya mengaburkan batas yurisdiksi serta mengganggu prinsip netralitas.
Analisis Konstitusional dan Ketatanegaraan
1) Supremasi Sipil dan Netralitas Birokrasi
Prinsip utama dalam negara demokrasi adalah kekuasaan sipil berada di atas militer. Pasal 2 Huruf f UU ASN menyebutkan birokrasi harus netral dari pengaruh kekuatan bersenjata. Penempatan prajurit aktif dalam jabatan sipil menabrak prinsip ini.
2) Diskresi Tanpa Batas = Potensi Abuse of Power
Klausa “instansi yang secara khusus membutuhkan...” adalah bentuk open legal policy yang tidak dibatasi secara objektif. Padahal, menurut Putusan MK No. 3/PUU-V/2007, pelimpahan kewenangan kepada Presiden harus tunduk pada prinsip legalitas dan akuntabilitas, bukan bersifat bebas nilai.
3) Dualisme Kewenangan
Prajurit aktif tunduk pada KUHPM, sedangkan pejabat sipil tunduk pada UU ASN. Ketika seorang personel TNI aktif menjabat sipil, muncul kebingungan dalam sistem pertanggungjawaban hukum dan etik. Ini berpotensi menciptakan dual loyalty dan mengganggu checks and balances dalam birokrasi.
Penutup
Ketentuan Pasal 47 dalam UU TNI terbaru (UU No. 3 Tahun 2025) masih menyisakan ruang multitafsir yang kontraproduktif terhadap prinsip reformasi militer. Ketentuan pengecualian oleh Presiden tanpa parameter hukum yang ketat membuka celah penyalahgunaan kekuasaan, mengancam netralitas birokrasi, serta mengaburkan batas antara sipil dan militer.
MK harus hadir sebagai penjaga konstitusi untuk memberikan tafsir pembatasan terhadap norma ini. Penataan kembali peran prajurit dalam struktur pemerintahan sipil mutlak diperlukan demi menjamin supremasi hukum dan tata kelola pemerintahan yang demokratis.
Jika kamu sudah memahami artikel ini dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum bagi masyarakat.
Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) pada Juni 2025 menyoroti uji materiil Pasal 47 Ayat (2) dan (3) UU TNI Tahun 2025, yang dinilai memberi kewenangan berlebihan kepada Presiden untuk menempatkan prajurit aktif dalam jabatan sipil tanpa batasan yang jelas. Meskipun reformasi militer pasca-1998 telah menegaskan supremasi sipil dan larangan dwifungsi TNI, ketentuan ini dinilai regresif dan multitafsir. Dalam praktiknya, banyak jabatan sipil strategis masih diisi oleh prajurit aktif, menimbulkan dualisme kewenangan, risiko penyalahgunaan kekuasaan, serta ancaman terhadap netralitas birokrasi. MK diharapkan memberikan tafsir pembatasan agar prinsip supremasi sipil dan tata kelola demokratis tetap terjaga.
Referensi
Jurnal
Bukhari Yasin, Teguh Wibowo, and Irma Mangar, "Problematika Hukum Atas Keterlibatan Tentara Nasional Indonesia ( TNI ) Aktif Pada Kementerian Atau Lembaga Di Indonesia", JURNAL HUKUM PELITA 2, No. 2 (2020), hlm 113.
Dwi Julica Sari and others, "Perspektif Hukum Terhadap Ketidaksesuaian Prinsip Reformasi Dalam Undang-Undang ASN Terkait Pengisian Jabatan ASN Oleh TNI", Judge : Jurnal Hukum 10, No., 2 (2021), hlm. 112.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6870, selanjutnya disebut UU TNI, Pasal 47 ayat (2) dan (3)
Internet
Akbar Nugroho Gumay, "Mengenal Legal Policy Dan Open Legal Policy Sering Disebut Dalam Putusan MK", TEMPO, 7 Oktober 2024, tersedia pada,https://www.tempo.co/hukum/mengenal-legal-policy-dan-open-legal-policy-sering-disebut-dalam-putusan-mk--131419?, diakses pada tanggal 28 Juni 2025.
Imam Sukamto, "Mahkamah Konstitusi Kembali Tolak Gugatan UU TNI", TEMPO, 7 Mei 2023, tersedia pada, https://www.tempo.co/politik/mahkamah-konstitusi-kembali-tolak-gugatan-uu-tni--1815447, diakses pada tanggal 28 Juni 2025.
Poengky, "RUU Kamnas Masih Banyak Tumpang Tindih Kewenangan", DetikNews, 8 Mei 2024, tersedia pada, https://news.detik.com/berita/d-1814314/ruu-kamnas-masih-banyak-tumpang-tindih-kewenangan?, diakses pada tanggal 28 Juni 2025.
Rio Feisal, "Pakar Soal RUU TNI: Prajurit Jabat Sipil Di Luar Polkam Harus Pensiun", ANTARA News, 7 Agusuts 2024, tersedia pada, https://www.antaranews.com/berita/4690065/pakar-soal-ruu-tni-prajurit-jabat-sipil-di-luar-polkam-harus-pensiun?, diakses pada tanggal 28 Juni 2025.
Tim Hukumonline, "Makna Pasal 30 Ayat 1 UUD 1945 Tentang Pertahanan Negara", HUKUM ONLINE.COM, 1 Januari 2024, tersedia pada, https://www.hukumonline.com/berita/a/makna-pasal-30-ayat-1-uud-1945-tentang-pertahanan-negara-lt6567e9b4b4531/, diakses pada tanggal 28 Juni 2025.
Baca Artikel Menarik Lainnya!

Belajar dari Film Hacksaw Ridge: Apa itu Conscient...
02 May 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →
Sumber Hukum: Pengertian, Jenis, dan Contohnya
03 April 2025
Waktu Baca: 2 menit
Baca Selengkapnya →
Publik Berhak Tahu Ijazah Jokowi? Simak Dasar Huku...
27 April 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →