Apakah kalian tahu apabila kita dapat memberikan kewenangan yang kita miliki kepada orang lain untuk melakukan atau menjalankan sesuatu? Yuk simak ketentuan pentingnya agar tidak terjadi kesalahan dan juga tumpang tindih saat pemberian kuasa dilaksanakan.


Namanya Surat Kuasa, Apa itu?

Sebelum membahas terkait apa itu surat kuasa, perlu kita telaah terlebih dahulu apa yang disebut sebagai suatu “kuasa”. Kuasa adalah kewenangan yang diberikan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk bisa melakukan tindakan hukum atas nama seorang yang memberikan kuasa tersebut. Pengertian ini diperjelas pada Pasal 1792 KUH Perdata yang mengatakan bahwa pemberian kuasa merupakan suatu perjanjian dengan seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.


Dengan demikian, surat kuasa adalah surat yang digunakan untuk memberikan suatu kuasa yang berisi kejelasan terkait pendelegasian wewenang dari satu pihak ke pihak yang lainnya untuk melaksanakan suatu tindakan. Namun, apakah hal ini berlaku selamanya?


Jawabannya: Tergantung! Lalu, Kapan Pemberian Kuasa Berakhir?

Berbicara mengenai pemberian kuasa, daluwarsa pemberian kuasa juga merupakan hal yang nyata. Pasal 1813 KUH Perdata menyatakan beberapa kondisi di mana pemberian kuasa berakhir, di antaranya: 


1) Ditariknya kembali kuasanya dari penerima kuasa;

2) Atas permintaan penerima kuasa;

3) Pemberitahuan penghentian kuasa oleh pemberi kuasa;

4) Selesainya persoalan yang dikuasakan; atau

5) Meninggalnya salah satu pihak.


Dengan begitu, ketika salah satu dari 5 ketentuan di atas terjadi, kuasa yang diberikan akan berhenti atau daluwarsa demi hukum. 


Bagaimana Cara Pemberian Kuasa?

Dalam praktiknya, pemberian kuasa terdiri dari 3 cara, yakni: 


1) Pemberian kuasa secara lisan

Hal ini didasari oleh Pasal 123 Ayat (1) HIR, yang menyatakan bahwa pemberian kuasa lisan dinyatakan secara lisan oleh penggugat di hadapan Ketua Majelis Pengadilan Negeri yang mengadili perkara terkait, atau Kuasa ditunjuk secara lisan di dalam Persidangan.


2) Pemberian kuasa secara tertulis

Hal ini diatur dalam Pasal 123 Ayat (1) HIR.


3) Pemberian kuasa secara diam-diam

Hal ini sejatinya diperbolehkan berdasarkan Pasal 1793 Ayat (2) KUH Perdata, dengan contoh pemberian kuasa yang diberikan antara suami dan istri.


Selain daripada cara pemberian kuasa yang berbeda-beda, terdapat perbedaan jenis surat kuasa yang perlu juga kita ketahui.


Jenis Surat Kuasa

1) Surat kuasa umum 

Berdasarkan Pasal 1796 BW, pemberian kuasa umum dibentuk melalui kata-kata umum dan hanya meliputi perbuatan pengurusan selayaknya segala kepentingan pemberi kuasa, kecuali kepada perbuatan pemilikan.


2) Surat kuasa khusus

Pemberian kuasa dilakukan untuk bertindak dalam suatu klausa tertentu selayaknya beracara di pengadilan yang didasari SEMA No.2/1959 dan Fatwa MA No.531 K/Sip/1973. Surat kuasa khusus setidaknya memuat: 

a. identitas dan kedudukan para pihak;

b. kompetensi absolut dan relatif; serta

c. pokok sengketa.


3) Surat kuasa istimewa

Didasari oleh Pasal 1796 KUHPerdata, Pasal 157 HIR, dan Pasal 184 RBg yang menjelaskan bahwa pemberian kuasa terbatas hanya untuk tindakan penting yang tidak bisa dilakukan hanya dengan surat kuasa biasa. Sebagai contoh, amanat untuk membuat perdamaian dengan pihak ketiga.


Kesimpulannya adalah…

Berbagai jenis dan cara pemberian surat kuasa pada dasarnya memberikan ruang tersendiri terhadap penggunaannya di mata hukum. Perlu diperhatikan juga bahwa surat kuasa memiliki kompetensinya sendiri saat diberikan, sehingga tidak boleh asal dalam membuat dan menggunakan surat kuasa.


Demikian artikel mengenaiNgasih Kuasa Kewenangan Kita ke Orang Lain? Begini Caranya!” Semoga bermanfaat!


Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis. 

Surat kuasa adalah dokumen yang memberikan wewenang dari satu pihak kepada pihak lain untuk melakukan tindakan hukum atas nama pemberi kuasa, sebagaimana diatur dalam Pasal 1792 KUH Perdata. Kuasa ini dapat berakhir secara hukum jika terjadi hal-hal seperti penarikan kuasa, permintaan penerima kuasa, pemberitahuan penghentian, selesainya urusan, atau meninggalnya salah satu pihak (Pasal 1813 KUH Perdata). Pemberian kuasa dapat dilakukan secara lisan, tertulis, atau diam-diam sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Selain itu, terdapat tiga jenis surat kuasa, yaitu: umum, untuk pengurusan umum (Pasal 1796 BW); khusus, untuk urusan tertentu seperti beracara di pengadilan; dan istimewa, untuk tindakan penting seperti membuat perdamaian (Pasal 1796 KUH Perdata, Pasal 157 HIR, Pasal 184 RBg). Oleh karena itu, penting untuk memahami jenis dan tata cara pemberian kuasa agar tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.

Referensi

Buku

Setiawan Rachmad, Hukum Perwakilan dan Kuasa Suatu Perbandingan Hukum Indonesia dan Belanda saat ini, (Jakarta: PT Tatanusa), hlm. 21.

Meliala Djaja S., Pemberian Kuasa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata, (Bandung: Tarsito, 1982), hlm. 7.

Peraturan Perundang-undangan.

Burgerlijk Wetboek voor Indonesië. (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

Herzien Inlandsch Reglement. (Reglemen Indonesia yang Diperbaharui)

Artikel Website

Natalia. “Surat Kuasa Adalah: Pengertian, Jenis, dan Susunan Penulisannya”. accurate.id. 25 Januari 2021. Tersedia pada Surat Kuasa Adalah: Pengertian, Jenis, dan Susunan Penulisannya.