
Sumber: Tempo
Ganti Rugi Keracunan Makanan Bergizi Gratis: Siapa yang Tanggung Jawab?
Tahukah kamu, jika kamu berhak mendapat ganti rugi akibat keracunan makanan baik dari program makanan bergizi gratis (MBG) milik pemerintah hingga restoran pada umumnya?
Keracunan MBG di Indonesia
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mencatat telah ada sebanyak 17 kasus keracunan makanan akibat MBG per 23 Mei 2025. BPOM menemukan salah satu penyebabnya adalah adanya kontaminasi pada bahan baku mentah melalui pertumbuhan bakteri akibat suhu dan lama penyimpanannya. Lantas, jika anda mengalami keracunan makanan, siapa yang bertanggung jawab?
Tergantung!
Pasal 19 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) mengamanatkan, konsumen yang dirugikan akibat keracunan makanan berhak menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha, yang dapat berupa pengembalian uang, penggantian barang, perawatan kesehatan, dan/atau pemberian santunan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, apakah siswa pada program MBG merupakan konsumen?
Konsumen berdasarkan Pasal 1 UUPK adalah “setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.” Siswa termasuk subjek dari setiap orang pemakai barang meskipun didapatkan secara gratis.
Kewajiban pelaku usaha berdasarkan UUPK yaitu:
1) beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3) memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4) menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5) memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Dalam kasus MBG, Pasal 8 UUPK mengamanatkan untuk pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Badan Gizi Nasional (BGN) sendiri memiliki standar, seperti:
1) pemesanan peralatan seperti talenan daging yang tidak boleh digunakan untuk sayuran;
2) penetapan waktu maksimal antara memasak dan penyiapan; dan
3) protokol pengantaran makanan dari Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) ke sekolah.
Pemerintah telah menyikapi tingkat kasus keracunan sebesar 0,005 persen dari total distribusi MBG sebagaimana dikatakan oleh Presiden RI Prabowo Subianto. Tim dapur bersama dan pelaku usaha perlu juga bertanggung jawab atas keracunan yang terjadi karena tidak menjaga higienitas dan lalai dalam proses pembuatan dan distribusi makanan.
Hal ini diperkuat dengan temuan dua jenis bakteri penyebab keracunan, yakni Escherichia coli (E.coli) dan Salmonella. Temuan tersebut didasarkan pada hasil uji Labkesda Kota Bogor pada menu telur ceplok berbumbu barbekyu dan tumis tahu toge, dua hidangan yang disediakan oleh penyedia makanan SPPG Bina Insani.
Oleh karena itu, pada kasus MBG dapat ditempuh langkah hukum seperti laporan kepada BGN melalui SPPG, BPOM atau Dinas Kesehatan terdekat. Jika tidak terselesaikan, terdapat upaya hukum lainnya yakni gugatan class action kepada penyelenggara MBG baik SPPG dan BGN .
Dalam konteks umum, konsumen dapat menempuh langkah hukum dengan cara:
a. Mengajukan pengaduan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk penyelesaian melalui mediasi, konsiliasi, atau arbitrase (Pasal 45 Ayat (1) dan (2) UUPK).
b. Menggugat pelaku usaha melalui peradilan umum (Pasal 45 Ayat (1) UUPK).
c. Melaporkan kepada Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) untuk mendapatkan bantuan advokasi (Pasal 45 Ayat (3) UUPK).
Jika terbukti pelaku usaha memperdagangkan makanan olahan yang tidak memenuhi standar keamanan pangan dan menyebabkan keracunan, pelaku usaha dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar (Pasal 62 Ayat (1) jo. Pasal 8 Ayat (1) UUPK).
Selain itu, pelaku usaha dalam hal ini yakni pihak dapur bersama wajib memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan barang yang diperdagangkan (Pasal 7 Huruf g UUPK).
Demikian artikel mengenai Ganti Rugi Keracunan Makanan Bergizi Gratis: Siapa yang Tanggung Jawab? , semoga bermanfaat!
Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis.
Masyarakat, termasuk siswa penerima program Makanan Bergizi Gratis (MBG), berhak mendapat ganti rugi jika mengalami keracunan makanan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Berdasarkan Pasal 1 UUPK, siswa tetap termasuk konsumen meskipun menerima makanan secara cuma-cuma. BPOM mencatat 17 kasus keracunan MBG hingga Mei 2025, yang disebabkan oleh kontaminasi bahan baku dan kelalaian pelaku usaha dalam menjaga standar higienitas. Pelaku usaha, termasuk penyedia makanan dari SPPG, memiliki kewajiban menjamin mutu dan keamanan pangan serta bertanggung jawab atas kerugian yang timbul. Jika terbukti lalai, pelaku usaha dapat dikenai sanksi pidana hingga 5 tahun penjara atau denda Rp2 miliar. Konsumen dapat menempuh jalur hukum melalui pengaduan ke BPOM, BGN, BPSK, peradilan umum, atau mengajukan class action jika kerugian tidak terselesaikan secara administratif.
Referensi
Artikel Webpage
Kiki Safitri & Ardito Ramadhan.(2025). “BGN Tetapkan Standar Baru untuk Dapur MBG buntut Kasus Keracunan” Kompas.com https://nasional.kompas.com/read/2025/05/21/15281691/bgn-tetapkan-standar-baru-untuk-dapur-mbg-buntut-kasus-keracunan
Sultan Abdurrahman. (2025). “ Rincian 17 Kasus Keracunan MBG di Seluruh Indonesia” tempo.co
https://www.tempo.co/politik/rincian-17-kasus-keracunan-mbg-di-seluruh-indonesia-1522940
CNN Indonesia. (2025) “210 Siswa Keracunan MBG, Pemkot Bogor Tetapkan Status KLB” CNN Indonesia
Tempo.co (2025)“Siswa Keracunan MBG, Prabowo Singgung Siswa Makan Tak Pakai Sendok”
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821.
Baca Artikel Menarik Lainnya!

Joki UTBK 2025: Jalan Pintas Menuju PTN Favorit at...
13 May 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →
Seberapa Penting sih Peran Dissenting Opinion dala...
22 June 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →
Apa Sebenarnya Residivis? Fakta yang Perlu Kamu Ta...
15 April 2025
Waktu Baca: 2 menit
Baca Selengkapnya →