
Sumber: Antara
Mayo Clinic hingga Oxford, Prabowo Izinkan RS dan Kampus Asing Hadir di Indonesia"
Jakarta — Presiden terpilih Prabowo Subianto kembali menjadi sorotan usai menyampaikan dukungan terhadap kehadiran rumah sakit (RS) dan perguruan tinggi (PT) asing di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan ke Eropa, tepatnya dalam pertemuan resmi dengan Presiden Dewan Eropa, António Costa, di Brussels pada Sabtu, 13 Juli 2025.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Prabowo menegaskan bahwa pemerintah Indonesia membuka peluang bagi institusi kesehatan dan pendidikan dari luar negeri untuk mendirikan cabang di dalam negeri. Ia menyebut kebijakan ini sebagai bentuk keterbukaan terhadap kerja sama internasional, sekaligus solusi atas keterbatasan layanan domestik yang membuat banyak warga Indonesia berobat atau menempuh studi ke luar negeri. "Rumah sakit asing mana pun dari negara mana pun, kalau dia punya reputasi baik dan standar tinggi, boleh buka cabang di Indonesia," ujar Prabowo, dikutip dari ANTARA.
Langkah ini merupakan bagian dari skema kerja sama ekonomi komprehensif Indonesia–Uni Eropa (IEU–CEPA), yang kini tengah dalam tahap penyelesaian. Prabowo juga menekankan pentingnya efisiensi, keadilan akses, serta peningkatan mutu layanan publik sebagai alasan utama di balik kebijakan ini. Hanya sehari setelahnya, Tempo.co dan sejumlah media nasional memberitakan ulang pernyataan Prabowo, menyoroti kemungkinan hadirnya institusi asing ternama seperti Mayo Clinic, Johns Hopkins, atau kampus seperti Oxford dan Harvard membuka cabang atau bekerja sama di Indonesia.
Meski pernyataan tersebut belum memicu polemik luas, beberapa kalangan akademisi dan pengamat kebijakan publik mulai menyuarakan pentingnya desain regulasi yang matang. Kehadiran RS dan kampus asing, jika tidak diimbangi dengan aturan ketat, berpotensi memperbesar kesenjangan akses dan memperlemah posisi institusi lokal yang belum siap bersaing secara global. Kebijakan ini juga menuntut kejelasan dalam hal diantaranya, standar akreditasi institusi asing, skema kerja sama dengan lembaga lokal, integrasi dengan sistem BPJS Kesehatan, dan perlindungan terhadap dosen dan tenaga medis lokal agar tidak terpinggirkan.
Gagasan membuka pintu bagi institusi asing di bidang layanan publik bukan hal baru. Beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura telah menerapkannya dengan hasil beragam. Di satu sisi, kebijakan ini dapat mempercepat transfer teknologi, meningkatkan standar layanan, dan membuka akses lebih luas bagi masyarakat. Namun di sisi lain, tanpa sistem pengawasan yang kuat, kebijakan ini bisa menjadi bumerang yang memperparah ketimpangan.
Pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo–Gibran harus memastikan bahwa kebijakan ini tidak sekadar membuka pasar, tetapi juga memperkuat daya saing nasional. Alih teknologi, penyesuaian kurikulum, dan perlindungan terhadap sektor publik yang rentan harus menjadi prioritas utama.
Penulis : Aisya
Editor : Windi Judithia
Baca Artikel Menarik Lainnya!

Perang Iran-1srael Resmi Dihentikan, Stabilitas Pe...
25 June 2025
Waktu Baca: 3 menit
Baca Selengkapnya →
Surat Usulan Pemakzulan Gibran Diterima, DPR Siap...
04 June 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →
Apakah Kita Perlu Mendaftarkan Legalitas Usaha? Be...
06 May 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →