
Sumber: detikNews
Penghematan Versi DPR: Tunjangan Hilang, Take Home Pay Masih Fantastis
Jakarta – DPR RI akhirnya merespons kritik publik dengan memangkas sejumlah tunjangan, termasuk perumahan, listrik, telepon, hingga perjalanan luar negeri. Namun, hasil akhir yang diumumkan justru membuat publik terbelalak. Melalui konferensi pers di Kompleks Parlemen Senayan pada Jumat (5/9/2025), pimpinan DPR menjelaskan skema perubahan tunjangan dan Take home pay anggota dewan. Alih-alih mendapatkan respons positif, publik dibuat bertanya-tanya, apakah langkah DPR ini sekadar simbolis atau awal dari reformasi nyata.
Kebijakan pemangkasan ini lahir dari gelombang aksi masyarakat yang marak sejak Agustus 2025. Gerakan 17+8 Tuntutan Rakyat, yang berangkat dari keresahan atas ketidakadilan sosial, menempatkan isu gaji dan tunjangan pejabat sebagai salah satu poin utama. Ribuan mahasiswa, buruh, hingga kelompok sipil menggelar aksi di Jakarta dan berbagai daerah, untuk menuntut agar wakil rakyat lebih peduli pada kondisi ekonomi masyarakat. Akumulasi tekanan inilah yang mendorong DPR agar segera menggelar rapat internal.
Setelah digempur kritik publik, DPR akhirnya merombak skema fasilitas mewah anggotanya. Dilansir Detik.com, pada Jumat (5/9), forum pimpinan dewan bersama Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) menyepakati penghentian tunjangan perumahan per 31 Agustus 2025. Selain itu, DPR juga memangkas tunjangan listrik, telepon, biaya komunikasi intensif, dan transportasi. Tak cukup sampai sana, perjalanan luar negeri anggota dewan juga dimoratorium sejak awal September, kecuali untuk undangan resmi kenegaraan. Kebijakan ini disebut sebagai langkah penghematan sekaligus respons cepat terhadap opini publik yang menilai gaya hidup wakil rakyat kian jauh dari kenyataan masyarakat sehari-hari.
Mengutip dari Kompas.com, pada Jumat (5/9/2025), Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa gaji bersih atau take home pay anggota DPR kini ditetapkan sebesar Rp65.595.730 per bulan. Dasco menegaskan angka tersebut sudah mempertimbangkan penghentian beberapa fasilitas. “Sebagai bentuk transparansi, dokumen hak keuangan anggota DPR kami lampirkan dan bagikan kepada media,” ujarnya.
Sumber Gambar: Surat edaran DPR RI (Instagram.com/bijakmemantau.id)
Dokumen resmi DPR memperlihatkan struktur penghasilan wakil rakyat terbagi menjadi dua kategori, yaitu gaji pokok & tunjangan melekat, serta tunjangan konstitusional.
- Gaji pokok dan tunjangan melekat berjumlah Rp16,77 juta. Komponen ini terdiri dari gaji pokok Rp4,2 juta, tunjangan suami/istri Rp420 ribu, tunjangan anak Rp168 ribu, tunjangan jabatan Rp9,7 juta, tunjangan beras Rp289.680, serta uang sidang/paket Rp2 juta.
- Tunjangan konstitusional mencapai Rp57,43 juta. Komponen ini berupa biaya komunikasi intensif Rp20,03 juta, tunjangan kehormatan Rp7,18 juta, peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran Rp4,83 juta, serta honorarium fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran yang masing-masing bernilai Rp8,46 juta.
Jika digabung, total bruto penghasilan anggota DPR per bulan adalah Rp74,21 juta. Setelah dipotong pajak penghasilan sebesar 15 persen dari tunjangan konstitusional (Rp8,61 juta), jumlah bersih yang diterima adalah Rp65,59 juta.
Publik menanggapi angka Rp65,5 juta dengan nada kritis. Banyak kalangan menilai, meskipun pemangkasan tunjangan sudah dilakukan, jumlah itu masih jauh lebih tinggi dibandingkan penghasilan rata-rata pekerja Indonesia. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), misalnya, menyampaikan bahwa DPR tidak boleh berhenti pada penghapusan perumahan, karena belanja perjalanan dinas, kunjungan kerja, dan program reses masih menelan biaya besar.
Sejumlah aktivis mahasiswa juga bersuara. Menurut mereka, keterbukaan gaji ini belum cukup untuk menjawab tuntutan pokok rakyat. Isu yang lebih penting adalah bagaimana DPR bekerja secara nyata dalam menjalankan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan agar selaras dengan kebutuhan masyarakat.
Selain DPR, pemerintah pusat juga memberi perhatian terhadap tuntutan rakyat. CNNIndonesia.com, pada Jumat (5/9) mencatat, Penasihat Khusus Presiden Wiranto menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah mendengar seluruh aspirasi masyarakat. Pemerintah akan berusaha memenuhi tuntutan itu tetapi secara bertahap karena pelaksanaan serentak sulit dilakukan.
Pada saat yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan juga menegaskan bahwa meskipun pemerintah menyambut aspirasi rakyat, setiap aksi massa tetap harus dilakukan secara damai. Aparat akan menindak tegas apabila ada tindakan perusakan atau penghasutan yang membahayakan ketertiban umum.
Keputusan DPR membuka dokumen gaji sekaligus memangkas tunjangan dipandang sebagai langkah awal rekonsiliasi dengan rakyat. Namun sejumlah pakar politik menilai pengaruh kebijakan ini bersifat simbolis. Besarnya gaji bersih tetap menimbulkan kecemburuan sosial, terutama saat sebagian masyarakat masih berjuang memenuhi kebutuhan pokok.
Langkah lanjutan yang ditunggu publik adalah konsistensi dalam menutup celah kebocoran anggaran. Transparansi tidak hanya soal gaji pribadi anggota dewan, tetapi juga harus mencakup perjalanan luar negeri, dana reses, dan pos anggaran lain yang selama ini rawan kritik.
Dengan nominal Rp65,5 juta per bulan, take home pay DPR usai pemangkasan tetap menjadi perdebatan. Pemangkasan tunjangan perumahan dan transportasi dipandang penting, tetapi publik menilai reformasi anggaran parlemen masih panjang. Waktu akan membuktikan apakah keterbukaan ini sekadar strategi meredam aksi, atau menjadi awal dari perubahan budaya politik menuju lembaga legislatif yang lebih akuntabel.
Penulis: Tasya Khoerunnisa
Editor: I Gusti Ayu Agung Erlina Putri Astana
Baca Artikel Menarik Lainnya!

RUU KUHAP 2025: Revisi atau Revolusi yang Salah Ar...
08 August 2025
Waktu Baca: 15 menit
Baca Selengkapnya →
Bagaimana Kedudukan Saksi Testimonium de Auditu da...
22 May 2025
Waktu Baca: 4 menit
Baca Selengkapnya →