Pemerintahan Indonesia baru saja dihantam oleh demonstrasi secara besar-besaran sejak  Senin, 25 Agustus 2024, yang kini mulai berangsur tenang. Aksi ini dipicu oleh kekecewaan masyarakat terhadap kenaikan tunjangan anggota DPR yang melonjak tinggi, namun dianggap tidak seimbang dengan tingkat kepercayaan publik maupun kinerja yang ditunjukkan.


Kebahagiaan yang menghiasi wajah mereka pada saat itu seakan-akan mengaburkan realita  bahwa masyarakat  yang  mereka ‘diwakili’ justru  semakin tercekik dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Akibatnya, masyarakat melakukan demonstrasi secara besar-besaran di beberapa titik, seperti Gedung DPR/MPR dan Markas Kepolisian. Besarnya gelombang demonstrasi  menuntut aparat keamanan, khususnya Kepolisian, untuk mengendalikan massa agar tidak terjadi pelanggaran hukum.


Pada awalnya, pengamanan sepenuhnya dibawah kendali  Polri. Namun, beberapa hari kemudian, TNI ikut dikerahkan  untuk membantu menjaga stabilitas keamanan. Secara normatif, memang terdapat  ketentuan yang memungkinkan TNI memberikan perbantuan kepada Polri. Pertanyaannya, apakah pengerahan TNI dalam pengamanan  masyarakat tetap  sesuai dengan prinsip pemisahan fungsi pertahanan dan keamanan dalam hukum tata negara?


Menengok Kembali Demonstrasi


Untuk menjaga ketertiban  demonstrasi, Kepolisian diturunkan sebagai garda terdepan  dalam mengendalikan massa. Namun, seiring berjalannya waktu, suasana demonstrasi semakin memanas. Salah satu penyebabnya ialah pihak yang dimintai pertanggungjawaban justru menghindar dan terkesan menghilang dari kecaman publik. Akibatnya, sebagian masyarakat yang awalnya berdemonstrasi secara umum mulai bertindak lebih berani,  seperti menjarah rumah pejabat  kontroversial  dan merusak  fasilitas umum.


Melihat tindakan masyarakat yang semakin mengganggu   ketertiban, pemerintah kemudian mengerahkan personel TNI untuk membantu menjaga keamanan. Padahal, secara umum  pengendalian demonstrasi merupakan tugas Kepolisian. Dalam kondisi tersebut, TNI dilibatkan untuk  berpatroli di  titik-titik rawan sebagai langkah preventif guna menekan  potensi kerusuhan dan menjaga keamanan masyarakat. 


Pemisahan Kekuasaan TNI dan Polri


Kewenangan TNI dan Polri diatur secara tegas dalam undang-undang yang berbeda. Kepolisian diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.  Fungsi utama Polri menurut undang-undang tersebut  ialah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Termasuk di dalamnya  pengendalian situasi ketika terjadi demonstrasi.


Sementara itu, TNI diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 yang mengubah  Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Berdasarkan aturan tersebut, TNI berfungsi  sebagai alat pertahanan negara dengan tugas pokok menjaga kedaulatan serta  keutuhan bangsa. Namun, TNI juga dapat memberikan perbantuan  kepada Polri dalam  menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sesuai ketentuan undang-undang.


Awalnya, Polri dan TNI berada dalam satu  lembaga. Namun, keduanya kemudian dipisahkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1999 dan diperkuat melalui Tap MPR No. VI/MPR/2000. Pemisahan ini dimaksudkan  agar fungsi dan kewenangan masing-masing lembaga menjadi  jelas, sehingga penyelenggaraan  keamanan negara  lebih efektif dan tidak tumpang tindih.


Apakah Keterlibatan TNI dalam Demonstrasi Sah Untuk Dilakukan?


Pasal 7 UU TNI menyebutkan  bahwa tugas TNI termasuk  membantu Polri   dalam rangka  keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang.  Ketentuan ini diperjelas dalam  Pasal 41 UU Polri yang menyatakan bahwa Polri  dapat meminta bantuan TNI  dalam   pelaksanaan tugas keamanan, yang seharusnya diatur lebih lanjut melalui  Peraturan Pemerintah atau  dalam keadaan darurat militer maupun  perang. Namun, Peraturan Pemerintah yang dimaksud hingga kini  belum diterbitkan  sehingga kriteria kondisi perbantuan  TNI kepada  Polri masih kabur.


Lantas, apakah keterlibatan  TNI dalam patroli pengamanan demonstrasi   dapat dianggap tidak sah dan melanggar hukum? Perlu diketahui,  terdapat ketentuan lain berupa Nota Kesepahaman antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia Nomor B/2/1/2018 tentang Perbantuan Tentara Nasional Indonesia Kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Rangka Memelihara Keamanan dan Ketertiban Masyarakat yang ditandatangani pada  2018. 


Nota Kesepahaman tersebut  mengatur bahwa TNI dapat melakukan  pembantuan dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat termasuk saat  Polri menghadapi unjuk rasa dan kerusuhan massa. Dengan demikian, perbantuan TNI kepada Polri dalam  menertibkan massa saat demonstrasi merupakan tindakan yang sah sepanjang  sesuai dengan Nota Kesepahaman.


Demikian artikel mengenai Keterlibatan TNI dalam Pengamanan Demonstrasi: Apakah Sesuai dengan Konsep Pemisahan Fungsi Pertahanan dan Keamanan Negara? semoga bermanfaat!


Jika kamu sudah memahami artikel diatas dan membutuhkan bantuan hukum secara gratis, Kunci Hukum menyediakan layanan konsultasi hukum gratis.

Sejak 25 Agustus 2024, Indonesia diguncang demonstrasi besar menentang kenaikan tunjangan DPR yang dianggap tidak seimbang dengan kinerja mereka. Aksi yang awalnya dikendalikan Polri ini sempat memanas hingga menimbulkan kerusuhan dan penjarahan fasilitas publik, sehingga TNI dikerahkan untuk membantu patroli di titik-titik rawan. Berdasarkan Undang-Undang TNI, Undang-Undang Polri, serta Nota Kesepahaman TNI-Polri 2018, keterlibatan TNI dalam pengamanan demonstrasi dinyatakan sah secara hukum, asalkan tetap memperhatikan prinsip pemisahan fungsi pertahanan dan keamanan negara.

Referensi

Peraturan Perundang-undangan 

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, TAP MPR Nomor VI/MPR/2000.

Instruksi Presiden tentang Langkah-Langkah Kebijakan dalam Rangka Pemisahan Kepolisian Negara Republik Indonesia dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Inpres Nomor 2 Tahun 1999.

Undang-Undang Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU Nomor 2  Tahun 2002, LN Tahun 2002 No. 2 TLN No. 4168, Pasal 13.

Undang-Undang Tentang Tentara Nasional Indonesia, UU Nomor 34 Tahun 2004, LN Tahun 2004 No. 127 TLN No. 4439, sebagaimana diubah oleh UU Nomor 3 Tahun 2025 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, LN Tahun 2025 No.35, TLN No. 7104, Pasal 7

Skripsi

Rohman Nur, “ANALISIS KEDUDUKAN DAN PENGATURAN TNI-POLRI PERSPEKTIF TEORI SINKRONISASI HUKUM DAN DEMOKRASI” (Skripsi Sarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri Salatiga, Salatiga, 2025), hlm. 35-58

Website

“Perbantuan TNI Terhadap Polri Dibenarkan Secara Hukum” hukumonline.com, 25 Desember 2008, tersedia pada https://www.hukumonline.com/berita/a/perbantuan-tni-terhadap-polri-dibenarkan-secara-hukum-hol20806/?page=2, diakses pada tanggal 6 September 2025.

Fauzi, “Hari Keempat Pasca Demo, Polda Sumsel dan TNI Intensifkan Patroli Skala Besar di Palembang” RMOLSUMSEL, 5 September 2025, tersedia pada https://www.rmolsumsel.id/hari-keempat-pasca-demo-polda-sumsel-dan-tni-intensifkan-patroli-skala-besar-di-palembang, diakses pada tanggal 6 September 2025.

Mardianti Dede, “Kronologi Demo Memprotes DPR hingga Meluas Berubah Penjarahan”, TEMPO, 31 Agustus 2025, tersedia pada https://www.tempo.co/politik/kronologi-demo-memprotes-dpr-hingga-meluas-berubah-penjarahan-2065182, diakses pada tanggal 6 September 2025.