Jakarta – Pada 17 April 2025, dari kanal YouTube pakar tata negara Refly Harun, beredar sebuah dokumen Pernyataan Sikap Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang resmi diusulkan dalam acara Silaturahmi Purnawirawan Prajurit TNI dengan tokoh masyarakat pada hari yang sama. Di antara 8 poin yang dibacakan Mayjen (Purn) TNI Sunarko, tuntutan nomor 8 mengenai pengusulan pergantian Wakil Presiden kepada MPR menuai perhatian publik. 


Tuntutan tersebut dilandaskan atas anggapan bahwa keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Hal ini disepakati oleh 103 Jenderal, 73 Laksamana, 65 Marsekal, serta 91 kolonel. Adapun nama-nama yang menandatangani dokumen ini adalah tokoh-tokoh senior TNI yakni  Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, serta mantan wakil presiden, Jenderal (Purn) TNI Try Sutrisno.  


Dilansir dari BBC, Bivitri Susanti, pakar hukum tata negara, menyebutkan bahwa landasan hukum untuk memakzulkan putra sulung mantan Presiden Joko Widodo masih terlalu lemah. Terlebih jika hanya mendasarinya pada putusan MK Nomor 90 tentang batas usia yang membukakan pintu untuk Gibran Rakabuming Raka untuk duduk di samping Prabowo Subianto. "Itu kan putusannya pelanggaran etika, bukan hukum," tegasnya.


"Gibran itu berdua sama Prabowo dalam setiap proses pilpres lalu. Jadi enggak mungkin Gibran saja dianggap salah…Kecuali kalau misalnya nih, Gibran tertangkap sendirian melakukan perbuatan tercela, misalnya mabuk, atau misalnya dia korupsi sendirian, itu baru kuat, tapi lagi-lagi itu juga tidak mudah," papar Bivitri ke BBC News Indonesia pada 28 April lalu.


Bivitri juga menambahkan bahwa untuk melakukan pemakzulan, diperlukan rentetan negosiasi politik yang rumit dan panjang. Namun mengingat tujuh dari delapan fraksi di DPR yang berhak untuk menindaklanjuti tuntutan ini berada dalam lingkaran kekuasaan Prabowo-Gibran, tidakkah itu terdengar hampir mustahil? "Sangat-sangat sulit. Kecuali kalau memang fraksi yang dikuasai Prabowo itu kompak," sebutnya.


Dari kacamata politik, Firman Noor, pengamat politik dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) pun berhaluan sama dengan Bivitri. Ia menganggap bahwa peluang penggulingan Gibran masih belum signifikan, mengingat fenomena matahari kembar yang nyata adanya. "Prabowo itu masih melihat Jokowi sebagai satu elemen penting dalam dunia politik yang tidak bisa dia tinggalkan, manakala dia ingin nyaman dan langgeng berkuasa," kata Firman.


Namun, Zainal Arifin Mochtar, pakar hukum tata negara lainnya berpendapat bahwa landasan pemakzulan ini bisa dikaitkan dengan macam-macam isu yang menjerat nama Gibran. "Silakan misalnya kalau Gibran dianggap tidak memenuhi syarat sebagai wapres, kan barangkali sempat heboh-heboh soal ijazah, silakan kalau memang ditemukan bukti yang kuat soal itu." 


Ia juga menyinggung isu akun Fufufafa yang bisa-bisa saja digolongkan sebagai perbuatan tercela jika benar diselidiki dan terbukti. Pun untuk masalah tindak pidana yang pernah dilakukannya, Gibran beserta adiknya pernah dilaporkan oleh Ubedilah Badrun, seorang pengamat politik ke KPK atas dugaan korupsi. Ia mengatakan, "kalau masing-masing itu bisa dibuktikan secara hukum, saya kira bisa dilanjutkan ke proses impeachment melalui DPR."


Namun ia menambahkan bahwa tanpa pembuktian, tuntutan ini tidaklah dapat menang. Dengan kedudukan Gibran yang masih kuat, isu ini akan hanya akan jadi angin lewat jika tidak dibarengi dengan proses dan pembuktian yang tepat.



Penulis: Fairuz Fakhirah

Editor: Rahma Ardana Fara Aviva