Mahkamah Konstitusi memiliki kedudukan dan kewenangan adalah sebagai badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bersama dengan Mahkamah Agung dan peradilan dibawahnya. Mahkamah Konstitusi yang memeriksa dan memutus perkara-perkara konstitusi oleh karenanya tunduk juga kepada Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.


Asas-asas hukum acara Mahkamah Konstitusi menjadi pedoman dan prinsip yang memandu hakim dalam menyelenggarakan peradilan serta harus menjadi pedoman dan prinsip yang dipatuhi pihak dalam proses peradilan.


Apa saja ya asas-asas yang diterapkan dalam peradilan Mahkamah Konstitusi?


Ius Curia Novit

Menurut Yahya Harahap dalam Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, asas ius curia novit atau curia novit jus berarti hakim dianggap mengetahui semua hukum sehingga pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara. Asas tersebut ditegaskan dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi:


(1) Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.


Persidangan Terbuka Untuk Umum

Asas persidangan terbuka untuk umum ini berlaku untuk semua jenis pengadilan, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Asas tersebut ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.


(1) Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.

(2) Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

(3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengakibatkan putusan batal demi hukum.


Selain dalam UU Kekuasaan Kehakiman, asas tersebut juga diatur dalam UU Mahkamah Konstitusi Pasal 40 ayat (1) menjelaskan bahwa sidang MK terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim.


Independen dan Imparsial

Independen artinya tidak dapat diintervensi atau terlepas dari cabang kekuasaan lain atau kepentingan apapun. Kemudian, imparsial artinya tidak memihak kepada salah satu pihak yang berperkara. 


Asas tersebut ditegaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, yang menjelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.


Peradilan Dilaksanakan secara Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Asas ini ditujukan untuk mewujudkan proses peradilan dan keadilan yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. 

A. Cepat adalah penanganan perkara dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat, tidak memakan waktu yang lama, tidak bertele-tele.

B. Sederhana adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efisien dan efektif. 

C. Biaya ringan adalah biaya perkara yang dapat dijangkau oleh masyarakat.


Asas tersebut ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, yang menjelaskan bahwa Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan berbiaya ringan.


Hakim Bersifat Aktif dalam Persidangan

Maruarar Siahaan menyebut “hakim pasif dan juga aktif dalam proses persidangan”. Hakim pasif dalam arti tidak mencari-cari perkara atau hakim tidak akan memeriksa, mengadili, dan memutus sesuatu sebelum disampaikan oleh pemohon ke pengadilan, namun saat suatu perkara sudah masuk ke pengadilan, hakim dapat bertindak pasif atau aktif tergantung jenis kepentingannya. 


Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, dalam perkara yang menyangkut kepentingan individu, hakim cenderung pasif. Sebaliknya, untuk perkara yang menyangkut kepentingan umum, hakim cenderung aktif.


Presumptio Iustae Causa

Asas presumptio iustae causa yang bermakna bahwa tindakan penguasa dianggap sah selama belum dibatalkan. Dalam perkembangannya asas ini berlaku pula dalam bidang perundang-undangan. Sebagai konsekuensinya, jika ada upaya hukum untuk melakukan pengujian terhadap suatu undang-undang, maka undang-undang tetap berlaku walaupun sedang dalam proses pengujian


Erga Omnes

Asas erga omnes tertuang dalam Pasal 10 ayat (1) UU No.8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi, putusan MK bersifat final, yaitu putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan MK dalam UU ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat.


Kekuatan mengikat putusan MK sejatinya tidak lepas hanya pada kedua belah pihak yang bersangkutan, melainkan semua badan pemerintahan, lembaga negara, dan semua orang harus tunduk pada putusan MK


Sudah memahami artikel di atas dan butuh bantuan hukum? Kunci Hukum siap membantu lewat layanan konsultasi hukum gratis.

👉 Isi formulir disini untuk mulai konsultasi!


Referensi

Harry Setya Nugraha. Karakteristik dan Asas-Asas Hukum Acara Mahkamah Konstitusi


Hukumonline. (2023). Asas-Asas Hukum Acara Mahkamah Konstitusi


Editor: Ardhana Zaky Nur Effendi