Jakarta – Gelombang penjarahan rumah pejabat pecah pada Sabtu (30/8/2025) malam hingga Minggu (31/8/2025) dini hari di tengah eskalasi demonstrasi dan kerusuhan yang merebak di berbagai daerah. Sebelum peristiwa penjarahan terjadi, ketegangan publik telah memuncak pasca kematian Affan Kurniawan, seorang driver ojek online yang tertabrak kendaraan taktis Brigade Mobil (Brimob) pada 28 Agustus 2025. Demonstrasi dari kalangan mahasiswa, buruh, dan masyarakat sipil lainnya berlangsung masif sejak itu. Aksi yang awalnya menuntut pembatalan kenaikan tunjangan anggota DPR, reformasi Polri, dan pengunduran diri pimpinan nasional kini kian memuncak dengan serangkaian kejadian pembakaran fasilitas umum, impunitas pengendalian massa hingga pemberitaan media nasional hingga luar negeri.


Pada Sabtu (30/8), sekitar pukul 15.30 WIB, ratusan orang bergerak memasuki rumah anggota DPR Ahmad Sahroni di Tanjung Priok. Warga menduga kerumunan ini dipicu oleh pernyataan kontroversial Sahroni yang memicu kemarahan publik. Aksi ini segera berubah menjadi penjarahan dramatis, terlihat  massa berusaha merangsek masuk kedalam rumah yang terlihat tanpa penjagaan yang ketat. Dari berbagai video amatir menunjukkan massa membawa keluar barang-barang seperti patung Iron Man berskala manusia, jam tangan mewah, uang dolar Singapura, dokumen pribadi, bahkan mobil mewah dilucuti oleh massa. Sementara itu, Sahroni dikabarkan sedang bepergian ke Singapura pada saat kejadian berlangsung.


Dilansir dari DetikJabar, Lurah Kebon Bawang, Suratno Widodo membenarkan kejadian tepat di lokasi kejadian. "Saya di lokasi, benar (warga menggeruduk rumah Sahroni). Ini saya lagi crowded," ucapnya. Kemudian massa di sekitar tempat kejadian bersedia membubarkan diri setelah diminta oleh warga setempat. 


Pada hari yang sama, rumah anggota DPR RI dari Fraksi PAN, Eko Patrio dan Surya Utama (Uya Kuya) turut menjadi target penjarahan. Diduga, serangan ini adalah akibat dari kemarahan warga terhadap aksi seorang politikus yang tersebar luas di media sosial. Sorotan publik sempat mengarah kepada Eko Patrio dan Uya Kuya setelah video mereka berjoget di Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 15 Agustus 2025 menjadi viral. Uya Kuya mengonfirmasi keberadaannya beserta keluarga dalam keadaan baik, serta mengungkapkan keikhlasannya. Meskipun demikian, ia menyesalkan massa yang menjarah barang-barangnya dan mengambil kucing peliharaannya. "Saya ikhlas, tapi sedih karena kucing-kucing, makhluk hidup, juga ikut dijarah," ujarnya kepada media Detik.


Dari sisi penegak hukum, Polres Jakarta Timur kepada media Inilah.com mengungkap, “kami telah berupaya mencegah amukan massa yang menjarah rumah. meski begitu, penjagaan sempat tidak optimal karena jumlah massa terlalu banyak.” Situasi setelahnya mulai membaik dengan keberadaan aparat gabungan di lokasi yang sempat diserang. Ia juga menyampaikan bahwa sejumlah pelaku penjarah di rumah Uya Kuya telah ditangkap. Proses investigasi terus berlangsung demi memastikan pelaku dan motif penjarahan dapat diungkap secara tuntas.


Tidak sampai disitu saja, aksi penjarahan berlanjut pada Minggu (31/8) dini hari, antara pukul 01.00 dan 03.00 WIB, rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani di Bintaro dijarah dalam dua gelombang. Dikutip dari ANTARA, Joko Sutrisno selaku staf keamanan, menyaksikan kejadian tersebut. “Gelombang pertama sekitar jam satu, gelombang kedua terjadi sekitar jam tiga. Bu Sri tidak ada di rumah” Ucap Joko. Sejumlah laporan menuturkan sebagian besar pelaku masih sangat muda, dipicu aba-aba seperti bunyi kembang api untuk masuk ke dalam kompleks rumah. Setelah kejadian, terlihat beberapa anggota TNI melakukan pengamanan di sekitar lokasi kejadian. 


Kediaman Ketua DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Puan Maharani, juga sempat  dikerumuni massa tanpa informasi resmi mengenai motif atau respons yang muncul. Masih di hari Minggu, sekitar pukul 04.45 WIB, rumah selebritas dan anggota DPR Fraksi Nasdem Nafa Urbach di Bintaro pun menjadi korban penjarahan. Barang berharga seperti kulkas, pakaian desainer, dan televisi dibawa kabur. 


Pemerintah diharapkan segera mengambil sikap dan memberikan kejelasan mengenai langkah-langkah yang akan diambil terkait berbagai tuntutan publik yang telah memicu demonstrasi. Yusuf Rendy Manillet, seorang ekonom dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, berpendapat bahwa pemerintah tidak hanya perlu bersuara, tetapi juga harus menunjukkan tindakan yang nyata dan transparan. "Tanpa langkah ini, ketidakpastian politik dan ekonomi akan semakin tinggi. Plus tindak lanjut di aspek ekonomi misalnya, respon untuk meringankan hidup masyarakat ada tahapan kebijakan yg dilakukan oleh pemerintah. Dalam jangka pendek hingga menengah," ucapnya kepada media Bisnis.com. Menurutnya, masyarakat membutuhkan jawaban yang jelas mengenai penyebab situasi bisa memanas hingga terjadi penjarahan, misalnya melalui penyelidikan terbuka. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan klarifikasi yang jujur mengenai spekulasi tentang pembatasan informasi.


Hendardi dari SETARA Institute melalui MetroTV menegaskan, "Penjarahan bukan demonstrasi dan tidak pernah dibenarkan oleh hukum, betapapun rakyat marah dengan para pejabat negara." Ia meminta semua pihak untuk membedakan antara demonstrasi yang damai dan konstitusional dengan tindakan penjarahan. Menurutnya, tindakan anarkis yang berujung pada penjarahan adalah aksi yang dilakukan oleh orang-orang terlatih.


"Aksi anarkis malam hari, dini hari, dan targetted adalah pola yang hanya bisa digerakkan oleh orang-orang terlatih," pungkasnya. Ia melihat ada kontestasi kepentingan politik di balik aksi-aksi tersebut. Hendardi mendesak aparat keamanan untuk mengambil alih situasi dan bertindak tegas serta terukur, dimulai dengan peringatan keras. Namun, ia mengingatkan bahwa tindakan tegas tidak harus berupa penembakan, tetapi bisa juga dengan memblokade area dan melakukan pencegahan yang sungguh-sungguh.              


Penulis: Almerdo Agsa Soroinama Hia

Editor: I Gusti Ayu Agung Erlina Putri Astana