Bogor, Kunci Hukum – Menyikapi tuntutan mahasiswa dan elemen masyarakat sipil dalam aksi demonstrasi, Partai Demokrat pada Minggu (31/8/2025) memberi tanggapan terkait Rancangan Undang–Undang (RUU) Perampasan Aset. RUU ini, yang telah diajukan sejak era Presiden Joko Widodo yang dilansir dari inilah.com, salah satu tuntutan agar segera dibahas dan disahkan oleh DPR RI.


Dikutip dari Kompas.com, Wakil Ketua Umum sekaligus Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono, menyatakan pihaknya terbuka untuk membahas RUU Perampasan Aset. Edhie Baskoro Yudhoyono menekankan, RUU ini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), namun DPR perlu berkoordinasi dengan pemerintah untuk melanjutkan pembahasannya.


Ibas, sapaan akrab nya, juga menyebut bahwa upaya ini membutuhkan kolaborasi antar fraksi. Mengingat Partai Demokrat hanya memiliki 44 kursi di DPR, mereka tidak bisa berjuang sendiri. Oleh karena itu, ia meminta dukungan dan komitmen dari fraksi lain. “Kami tergabung dengan fraksi-fraksi lain di DPR, tentunya pertanyaan serupa juga harus ditanyakan kepada fraksi-fraksi yang ada di DPR RI,” ujar Ibas. Ia menambahkan, Fraksi Demokrat akan mendukung penuh jika pemerintah dan semua fraksi sepakat membahas RUU ini, terutama jika RUU ini dianggap sebagai hal yang paling mendesak untuk dituntaskan.


Dukungan serupa juga datang dari pihak eksekutif. Dilansir dari Tempo.co, Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap pengesahan RUU Perampasan Aset, “Enak aja udah korupsi enggak mau kembalikan aset,” ujar Presiden Prabowo dalam Pidato Hari Buruh Internasional Kamis (1/5/2025).


Namun di sisi lain, DPR menyatakan bahwa, belum akan membahas RUU tersebut dalam waktu dekat. Tempo.co menyebutkan bahwa meskipun RUU ini sudah masuk dalam daftar Prolegnas 2025-2029, RUU ini tidak termasuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2025.


Urgensi RUU untuk Pemberantasan Korupsi


RUU Perampasan Aset sangat dibutuhkan oleh Indonesia sebagai langkah strategis untuk menutup celah kejahatan ekonomi. Menurut Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo, seperti yang dikutip Tempo.co dari Antara, RUU ini mengadopsi konsep Non–Coviction Based Asset Forfeiture (NCBAF). Konsep ini menjadi terobosan hukum karena memungkinkan aset hasil kejahatan bisa dirampas meskipun belum ada putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Hal ini berbeda dengan mekanisme yang berlaku saat ini.


RUU Perampasan Aset: Komitmen Pemerintah Berantas Korupsi Masih Sekadar  Wacana?


Courtesy Image: https://news.fin.co.id/2025/05/08/ruu-perampasan-aset-komitmen-pemerintah-berantas-korupsi-masih-sekadar-wacana


Selama ini perampasan aset hanya bisa dilakukan melalui mekanisme Conviction Based Forfeiture, yaitu perampasan yang hanya bisa dieksekusi setelah pelaku divonis bersalah dengan kekuatan hukum tetap. Proses ini sering kali berlangsung lama dan berliku, terutama jika pelaku melarikan diri atau menyembunyikan aset di luar negeri. Bahkan, tidak sedikit kasus dimana pelaku korupsi yang divonis penjara tetap bisa menikmati kekayaan hasil kejahatannya. Tetapi selain ketergantungan terhadap putusan pidana, Bambang Soesatyo yang akrab disapa Bomsoet menyebutkan ada faktor lain yang menjadi hambatan utama yang perlu ditangani yaitu: keterbatasan teknologi pelacakan, dan tumpang tindih kewenangan lembaga penegak hukum.


Konsep NCBAF menawarkan solusi substantif dengan memfokuskan proses hukum pada asetnya, bukan pada orangnya. Hal ini akan mempercepat proses pengembalian aset kepada negara dan memikinkan koruptor, yang menjadi tujuan utama dari kejahatan korupsi.


Penulis : Sarah Novianti

Editor : Kayla Stefani Magdalena Tobing