Kalian tau tidak di masa yang akan datang ketika terdakwa tindak pidana mengakui kesalahannya di muka pengadilan, hukuman yang akan ia terima bisa berkurang lho! Eitss tapi tentunya tidak bisa sembarangan ya! Penasaran cara kerjanya? Yuk kita bahas!


Diatur Dimana Hal Tersebut?

Hal ini mungkin terdengar baru di telinga kalian karena saat ini sistematika pengurangan jumlah hukuman ketika mengaku di pengadilan belumlah ditetapkan. Ini merupakan suatu hal yang baru karena masih tertulis pada RUU KUHAP yang akan digunakan di masa yang akan datang. Dalam pasal 199 dilantunkan bahwa hal ini merupakan “jalur khusus” yang dapat memberikan ‘keringanan’ terhadap hukuman terdakwa apabila syarat utamanya pada ayat (1) adalah dakwaan yang didakwakan tidak melebihi dari 7 Tahun.

Keberadaan jalur khusus ini sesungguhnya merupakan upaya untuk bisa memberikan proses pemidanaan yang lebih efisien dan juga efektif. Hal serupa pada nyatanya sudah diaplikasikan di beberapa negara seperti Amerika, dan nyatanya hal tersebut direalisasikan; dimana data mengatakan bahwa 95% kasus di Amerika diselesaikan melalui mekanisme plea bargaining. 

Akan tetapi tentu perlu kita telaah lebih lanjut mengenai persamaan serta perbedaan plea bargaining yang digunakan negara lain dan juga dengan jalur khusus yang akan digunakan pada sistem hukum Indonesia.


Apakah Jalur Khusus Ini Sama Dengan Plea Bargaining?

Serupa tapi tak sama, sekiranya hal tersebut yang dapat menggambarkan keduanya. Marilah kita mengambil contoh dari keberadaan Plea Bargaining pada negara Amerika, dimana pengakuan bersalah yang memberikan adanya pengurangan terhadap hukuman yang diberikan memberikan adanya ruang terhadap negosiasi lebih lanjut antara jaksa dengan pihak terdakwa dalam kesepakatan hukuman yang akan diterima atas hal yang didalilkan. 

Sementara pada mekanisme “jalur khusus” di Indonesia tidaklah memiliki adanya dinamika negosiasi terkait dengan pemberian hukuman pidana antara pihak terdakwa & penuntut umum didalamnya, yang mana terdakwa yang mengaku bersalah hanya dapat berpasrah kepada jaksa atas keringanan pengurangan hukuman yang dibebankan kepadanya, tentunya hal ini pun dipastikan oleh persetujuan hakim. Sehingga kurang tepat mengatakan “jalur khusus” para RUU KUHAP tersebut sebagai hal yang serupa dengan plea bargaining di negara lain. 


Pro dan Kontra Keberadaan “Jalur Khusus” Di RUU KUHAP Indonesia

Ketika kita menelaah lebih lanjut kira-kira bagaimana dampak RUU KUHAP ini akan mempengaruhi hukum pidana di Indonesia tentulah akan terdapat beberapa pro dan juga kontra. Mengingat sistematika awal dari “jalur khusus” ini adalah guna memberikan adanya efektivitas dan juga efisiensi maka yang akan menjadi dampak positif dari pengaplikasian Jalur Khusus ini ialah percepatan daripada sistem peradilan di Indonesia agar bisa menangani kasus-kasus dengan cepat.

Keberadaan “jalur khusus” ini sebagai respon dari data Laporan Tahunan Mahkamah Agung per 2023 terdapat 21.899 perkara yang belum terselesaikan dari 138.912 perkara yang masuk pada tahun tersebut, yang dimana rasio produktivitasnya berada pada angka 84%. Untuk meningkatkan adanya hal ini keberadaan dari adanya “Jalur Khusus” sebagai sebuah opsi bagi terdakwa, hakim, dan juga jaksa menjadi suatu hal yang dapat memberikan percepatan persidangan dikarenakan melewati pembelaan yang tidak diperlukan apabila memang mengaku dan benar bersalah. 

Terlepas dari dampak baiknya perlulah kita menelaah apakah hal ini akan melangkahi pilar-pilar kebenaran hukum di Indonesia. Ketidakcocokan-nya pada prosedur berdasarkan konsep keadilan sangatlah berbeda, apalagi di Indonesia dengan tradisi inquisitorialnya (mengedepankan pencarian kebenaran materil oleh hakim secara aktif) menggunakan konsepsi analitis untuk mengungkapkan bukti materil. Dengan adanya ruang untuk mengaku bersalah akan menghindari dari adanya pembuktian materil yang seharusnya dilakukan. Terkait dengan hal tersebut tentu memerlukan lebih banyak pertimbangan dan juga konsiderasi terkait dasar dan isi nomenklatur RUU KUHP yang akan di sah-kan di Indonesia.


Maka dari itu marilah kita lebih peka terhadap perubahan serta perkembangan hukum yang akan menjadi bagian dari hidup kita sebagai warga negara Indonesia!


Demikian artikel mengenai Pengurangan Hukuman melalui  “Jalur Khusus” pada RUU KUHAP Indonesia , semoga bermanfaat!


Sudah memahami artikel di atas dan butuh bantuan hukum? Kunci Hukum siap membantu lewat layanan konsultasi hukum gratis.

👉 Isi formulir disini untuk mulai konsultasi

RUU KUHAP mengusulkan "jalur khusus" yang memungkinkan terdakwa mendapat pengurangan hukuman jika mengakui kesalahan, selama ancaman hukumannya di bawah 7 tahun. Mekanisme ini mirip dengan plea bargaining di Amerika, namun tanpa negosiasi antara terdakwa dan jaksa. Tujuannya adalah mempercepat proses peradilan, tapi dikhawatirkan mengabaikan pencarian kebenaran materiil dalam sistem hukum Indonesia.

Referensi


Rancangan Undang-Undang Tentang Hukum Acara Pidana, Oleh antikorupsi.org , Pasal 199

Tersedia pada https://antikorupsi.org/sites/default/files/dokumen/Rancangan-KUHAP.pdf , diakses pada 23 April 2025


Choky Risda Ramadhan, “JALUR KHUSUS” & PLEA BARGAINING SERUPA TAPI TIDAK SAMA” tersedia pada https://mappifhui.org/wp-content/uploads/2015/10/891632jalur-khusus_plea-bargaining_crr_edited_mappi.pdf ,diakses pada 23 April 2025


Lade Sirjon, La Ode Muhamad Sulihin, Yan Fathahillah Purnama, “Perbandingan Mekanisme Pengakuan Bersalah Pada Jalur Khusus dalam RUU KUHAP dan Konsep Plea Bargaining Ditinjau dari Asas Non-Self Incrimination” Halu Oleo Law Review, Vol 7, No.2, 2023, Hlm.225


Aby Maulana “Konsep Pengakuan Bersalah Terdakwa Pada “Jalur Khusus” Menurut RUU KUHAP dan Perbandingannya Dengan Praktek Plea Bargaining Di Beberapa Negara,” Jurnal Cita Hukum, FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol.3, No.1, 2015, Hlm.63


Rifi Hermawati, “Studi Perbandingan Hukum "Plea Bargaining System" di Amerika serikat dengan "Jalur Khusus" di Indonesia,” Jurnal Hukum Lex Generalis, Vol.4, No.1, 2023, Hlm. 103-104


Choky Risda Ramadhan, Et Al. “Peluang Penerapan Plea Bargain Dalam Hukum Acara Pidana Indonesia,” Malang, PT Cuta Intrans Selaras (Citila Grup), 2024


Mahkamah Agung, “Laporan Tahunan 2023 Mahkamah Agung Republik Indonesia,” Makalah disajikan Mahkama Agung Republik Indonesia, 2023